Mohon tunggu...
Wonenuka Sampari
Wonenuka Sampari Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

One People One Soul

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Papua Merdeka : Coup d'État

2 Oktober 2014   01:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:44 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1412163257498404008

[caption id="attachment_326736" align="aligncenter" width="503" caption="Ilustrasi (Sumber : http://blog.height.jp/blog/coup-detat/)"][/caption]

Sambil menghela nafas pendek, Andy Ayemiseba meletakan tongkatnya. Tangan keriputnya seakan menandakan bahwa umurnya yang sudah hampir 80 tahun, “Am I too old for this?” gumamnya sambil menyandarkan punggungnya di kursi kerjanya yang empuk. Ruangan sebesar lapangan basket itu memang terlihat begitu nyaman, angin dingin danau Sentani tidak terasa sedikit pun di ruangan itu. Hiasan ukiran kayu suku Asmat menghiasi ke empat sisi ruangan, sedangkan di dinding belakang Andy duduk terpasang bendera bintang kejora berukuran besar menempel di dindingnya. Tapi kesan mewah dan berwibawa justru terpancar dari meja milik Andy, meja besar dengan ukiran suku Asmat itu seakan menggabungkan kesan tradisional, mewah dan wibawa menjadi satu, apalagi dengan plakat kayu dengan sepuhan emas bertulisankan “President” di atasnya.

Sudah 3 tahun sejak Andy menjabat sebagai Presiden pertama Negara Papua Barat setelah berhasil melepaskan diri dari Indonesia tahun 2020, belum pernah sekalipun ia duduk nyaman di kursi yang semestinya dibuat untuk kenyamanannya. Sebenarnya ia tidak pernah suka untuk tinggal di Istana kepresidenan di pinggran danau Sentani ini, ia lebih suka tinggal di Biak tempat ia lahir, yang kemudian ia jadikan ibukota Negara Papua Barat. Tetapi situasi politik yang tidak menentu membuat ia harus diamankan ke Istana Presiden di pinggiran danau Sentani ini. Kelompok kiri yang dipimpin oleh Buchtar Tabuni, selama 5 bulan terakhir melaksanakan aksi unjuk rasa besar-besaran di kota-kota besar di Papua Barat. Tuntutan Buchtar Tabuni, yang memimpin Partai Rakyat Papua Demokratic didukung oleh mantan-mantan aktivis KNPB (Komite Nasional Papua Barat), adalah untuk mengusir perusahaan tambang asal negara Barat yang masih bercokol di Papua Barat, bahkan setelah lepas dari Indonesia. Andy tersenyum kecut, karena ia tau bahwa pergerakan Buchtar Tabuni ini disokong oleh negara asing juga, ia yakin Pemerintah China yang sedang memperebutkan pengaruhnya di Pasifik dengan Amerika Serikat dan berideologi sama dengan kelompok Buchtar Tabuni ini, membantu kelompok ini secara diam-diam. Dan lagi, mana mungkin ia mengusir kepentingan asing di negara ini, bahkan lepasnya Papua Barat dari Indonesia berkat bantuan dari negara-negara barat, pikirnya.

Sambil menyalakan rokoknya, pikiran Andy seakan berputar kembali 8 tahun yang lalu, sekitar tahun 2015. Lepasnya Papua dari Indonesia diawali ketika Presiden Indonesia, Joko Widodo berniat menjadikan Indonesia sebagai negara yang mandiri dengan menasionalisasikan perusahaan-perusahaan tambang yang beroperasi di Indonesia, termasuk Freeport. Usaha ini mendapatkan tentangan dari negara-negara kekuatan ekonomi besar. Dunia internasional pun mendesak pemerintahan Indonesia, dan mencoba melemahkannya dengan berbagai cara, mulai dari embargo ekonomi sampai dukungan lepasnya Papua dari Indonesia. Negara Indonesia mungkin negara yang besar di bawah pimpinan Presiden Joko Widodo, tapi embargo dan rongrongan internasional terhadap Indonesia sepanjang 4 tahun lamanya begitu melemahkan Indonesia, hal tersebut berbuntut pada lepasnya Papua dari Indonesia tahun 2020. Kalau Papua Barat bisa memisahkan diri dari Indonesia karena dukungan negara-negara barat, mana mungkin ia mencabut kepentingan negara-negara tersebut di Papua?

Terdengar suara pintu diketuk, ajudan kepresidenan mengabarkan bahwa Penasehat Politik dan Kemanan Presiden, Paula Makabory, ingin menghadap untuk mengabarkan situasi terkini di negara baru tersebut. Agak enggan, Andy mempersilahkan Paula untuk masuk. Keengganan Andy sebenarnya sangat berdasar, Paula memiliki sejarah kedekatan dengan Forkorus Yaboisembut, mantan saingannya untuk menuju ke kursi Presiden, yang saat ini ia jebloskan ke dalam penjara dengan tuduhan percobaan kudeta 2022 lalu. Kedekatan Paula dengan Australia lah yang membuat Andy tidak bisa menjebloskan Paula bersama Forkorus dan memaksanya memberikan jabatan strategis kepada wanita ini.

Paula Makabory pun masuk dan berjalan menuju meja milik Andy, iringan suara high heels miliknya menggema di seluruh ruangan itu, memecah keheningan malam di Istana kepresiden yang terletak di pinggir danau Sentani itu. “Bapa, situasi di Jayapura, Biak dan Timika sudah sangat memanas masyarakat sipil pimpinan Buchtar Tabuni sudah duduki kantor-kantor pemerintahan di sana” jelas Paula cepat. Andy masih terdiam, Paula kembali melanjutkan “Daerah Puncak Jaya sudah diduduki oleh kelompok Goliath Tabuni, Wamena juga sudah diduduki, tentara kita sudah tidak bisa menahan gempuran kelompok Goliath Tabuni, senjata mereka lebih lengkap Bapa”. Andy pun masih terdiam, belum selesai dengan Buchtar Tabuni, sekarang Goliath Tabuni yang ikut mengganggu batinnya. Andy memang tidak pernah satu kata dengan Goliath Tabuni, bahkan sebelum Papua berhasil lepas dari Indonesia. Andy selalu menganggap kelompok gerilyawan seperti Goliath Tabuni ini selalu mendahulukan kekerasan yang kental dengan pelanggaran HAM dan dunia jarang mendukung usaha melepaskan diri bila menggunakan cara kekerasan dan pelanggaran HAM. Ia tidak menyangka bahwa perbedaan pendapat dengan kelompok-kelompok gerilyawan ini masih terjadi sampai saat ini, ketika Papua Barat sudah lepas dari Indonesia.

“Pa, Bapa, bagaimana selanjutnya?” kata Paula Makabory agak keras, seketika membuyarkan lamunan Andy. “Bagaimana dengan Kedutaan Australia?” Tanya Andy, ingat kedekatan Paula dengan Australia. “Pihak Australia sudah keluar dari Biak tadi sore Bapa, mereka menuju Papua New Guinea dengan pesawat”, jelas Paula Makabory. “Lalu, bagaimana dengan kedutaan Inggris?” Tanya Andy kembali, “Mereka juga sudah pergi Bapa dengan pesawat, anak dengar Benny ikut dalam pesawat mereka” Jelas Paula. “Benny Wenda ikut mereka?” Tanya Andy yang dibalas dengan anggukan singkat Paula, Andy Ayemiseba mengelangkan kepalanya tidak habis pikir, Benny Wenda, Menteri Luar Negerinya, penghubung Andy dengan negara-negara barat sudah meninggalkan negara Papua Barat, meninggalkannya. Sekilas Andy melihat, ada setitik air di mata Paula, tapi Andy tidak peduli hal itu saat ini, yang ia pedulikan adalah bagaimana ia keluar dari negara Papua Barat ini untuk menyelamatkan diri. “Tapi anak pikir tempat ini sudah cukup aman Bapa, paling tidak sampai 2 hari ke depan” kata Paula Makabory, sesaat sebelum memohon diri untuk keluar dari ruangan Andy.

Jam dinding di ruangannya sudah menunjukan pukul 01.00, ketika ia menerima Mathias Wenda, seorang Jenderal yang masih bisa ia percaya, salah satu mantan pemimpin kelompok gerilyawan yang berhasil ia rangkul. Walaupun ia sebenarnya tidak begitu percaya dengan Mathias, tapi Andy tidak punya pilihan lain, hanya Mathias Wenda yang benar-benar tahu jalur aman pelariannya ke negara Papua New Guinea lewat jalan darat, karena ketika masih menjadi pemimpin kelompok gerilyawan, Mathias Wenda beroperasi di sekitar perbatasan Papua Barat dengan Papua New Guinea. Bersama Mathias Wenda, Andy membicarakan kemungkinan pelariannya menuju negara Papua New Guinea esok hari. Seperti ketika ia melakukan pelarian ke Papua New Guinea 40 tahun yang lalu, sebelum Papua Barat melepaskan diri dari Indonesia. Situasi politik begitu berbeda, tapi keadaan Andy tetap sama, berusaha melakukan pelarian ke Papua New Guinea. Dalam hati ia masih ragu, apakah ia rela mempercayakan keselamatan dirinya dan keluarganya kepada Mathias Wenda.

Epilog

Pagi hari, tanggal 21 April 2023, berbagai stasiun Televisi dunia memberitakan kudeta berdarah di negara baru, Papua Barat, oleh kelompok Goliath Tabuni. Diberitakan bahwa Presiden Papua Barat, Andy Ayemiseba bersama keluarganya menghilang dan belum diketahui keberadaannya. PBB akan mengirimkan pasukan perdamaian yang akan dipimpin oleh Amerika Serikat untuk membantu merebut kembali Papua Barat dari tangan milisi pemberontak dan dikembalikan pada pemerintahan yang sah, yang saat ini dipimpin secara darurat di perbatasan negara Papua Barat dan Papua New Guinea oleh Jenderal tertinggi dari tentara Papua Barat, Mathias Wenda.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun