Di kantor tempat saya bekerja, ada seorang Cleaning Service (CS) yang sering jadi langganan saya ketika saya butuh bantuan. Orangnya laki-laki, berbadan kecil, dengan wajah nampak lugu. Ketika Aqua galon di ruangan saya habis, saya selalu telfon CS ini untuk saya mintai tolong membeli galon. Atau ketika saya butuh pertolongan untuk memasang paku di dinding rumah kontrakan saya, saya juga minta tolong CS ini (karena satu kontrakan saya 4 orang isinya cewek semua, kadang-kadang masang paku aja jadi masalah). CS ini orangnya pun tangkas dan cekatan ketika saya mintai tolong, karena itu saya memilih memberijob ini padanya daripada ke CS lain. CS itu juga antusias setiap saya mintai tolong, karena saya memberi tips yang layak untuknya.
Namun suatu hari, ada kejadian yang tidak akan saya lupakan.
Suatu hari, keran di kontrakan saya rusak. Sayapun minta tolong pada CS ini untuk memperbaikinya. Waktu jam istirahat kantor, saya mengajaknya ke kontrakan saya. Sesampai di rumah, dia pun memeriksa kerusakan apa yang ada di keran itu. Setelah itu, dia berkata,”Ini butuh lem keran untuk memperbaikinya, Mbak. Ada?”
Saya jawab,”Gak punya, nih. Beli dimana?”
CS:”di toko bangunan di Jalan Diponegoro ada, Mbak.”
Saya:”Oke, biar saya aja yang beli. Bli (panggilan ‘Mas’ untuk orang Bali) tunggu disini saja.”
Saya memilih untuk pergi membelikan, karena dengan pertimbangan biar CS itu istirahat dulu di rumah saya. Daripada dia bolak-balik, capek. Saya juga percaya aja ma dia, karena saya merasa cukup kenal dia. Karena itu, tak segan saya meninggalkannya di dalam rumah yang sedang kosong itu. Tapi sebelum berangkat, entah kenapa saya mengunci pintu kamar saya.
Dengan mengendarai motor, saya bergegas menuju Jalan Diponegoro. Lumayan jauh juga. Pulang-pergi makan waktu 20 menitan. Begitu sampai di rumah, langsung saya serahkan lem keran kepada Si CS, agar dia bisa segera bekerja.
Pekerjaan selesai. Keran sudah bisa digunakan. Si CS saya beri imbalan yang lebih dari biasanya, sebagai ungkapan terimakasih saya.
Malamnya.....
Ketika kami serumah sedang kumpul bersama di depan Tivi, salah seorang teman berbicara,”Mbak, itu tadi siang yang di rumah ini siapa sih?”
Aku kaget,”Loh, kamu kok tau? Kan tadi siang gak ada orang di rumah. Itu CS Kantor yang kumintai tolong benerin keran.”
Jawab teman saya,”Ya iyalah, Mbak, tau. Lawong aku tuh dalam kamar, cuma pintuku kututup. Tau nggak, itu orang tadi mau masuk kamarku, karena dikira dia gak ada orang. Aku langsung kaget, dan tanya ‘mau apa?’, Trus tuh orang ikut kaget, dan jawab ‘oh, saya kira gak ada orang’. Abis itu, tuh orang langsung keluar lagi sambil nyalain musik dan nyanyi-nyanyi dari hapenya (untuk menyembunyikan kegugupan).”
I see...
Tuh CS ternyata punya maksud tak baik.
Untung saja saya sempat mengunci pintu kamar saya. Apalagi di meja kamar saya tergeletak begitu saja uang kas musholla Kantor yang jumlahnya lumayan banyak. Untung saja.... karena saya sering meletakkan barang-barang berharga begitu saja ditempat tidur.
Ternyata tampang-tak-berdosa itu menipu. Apa salah saya padanya, sehingga dia tega hendak berbuat tak baik? Padahal saya selalu bersikap baik padanya. Saya selalu beri dia imbalan yang lebih dari cukup. Saya selalu perlakukan dia dengan manusiawi. Ketika di kantor bertemu, saya selalu sapa dia dengan ramah plus senyum, (tak ada bedanya dengan ketika saya menyapa teman kantor yang sama-sama pegawai).
Sejak itu, sulit sekali percaya sama CS itu. Sulit sekali mengukir senyum ramah kalau berpapasan dengan dia di kantor. Dan saya hanya minta tolong ke dia kalau benar-benar terpaksa, kalau tidak ada yang lain yang bisa dimintai tolong. Dengan imbalan sekedarnya, dan tak seroyal dulu.
Kepercayaan itu mahal harganya. Dan sulit berfikiran positif terhadap orang yang berusaha mencari sesuatu dalam rumah kita ketika kita sedang tidak ada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H