Wah, sudah lama sekali saya tidak pernah menulis di media ini. Terakhir kali sejak saya masih belum menikah. Hingga akhirnya saya sudah mempunyai dua bocah lucu yang menghilangkan kepenatan dari aktivitas sehari-hari.
Sampai akhirnya saya membaca timeline di beberapa surat kabar bahwa Bapak Wakil Presiden Jusuf Kalla memberikan wacana untuk mengurangi jam kerja perempuan pekerja. Saya seorang perempuan pekerja juga diantara sekian banyak perempuan yang setiap pagi harus rela meninggalkan anak-anak di rumah untuk membantu suami mencari nafkah.
Wacana tersebut memang sungguh inovatif dan mungkin kebijakan yang populer disamping kebijakan menaikkan harga BBM yang dilakukan Bapak Presiden kita Jokowi. Mungkin pemerintah sedang mengalihkan isu kenaikan harga BBM dengan memberikan wacana ini. Tapi sungguh ini adalah politik yang mengkaburkan kebijakan naiknya BBM yang disorot banyak lawan politik beliau-beliau.
Kembali ke permasalahan pengurangan jam kerja perempuan selama 2 jam. Ternyata hal ini adalah kabar gembira bagi para perempuan pekerja yang ada di seantero Indonesia. Tidak dipungkiri bahwa kemacetan jakarta mengurangi intensitas pertemuan kami dengan buah hati di ruman. Ada yang angkatan 73 (Kementerian kelautan yang dipimpin bu susi masuk kantor jam 7 pulang jam 3), angkatan 84 ( masuk kantor jam 8 pulang jam 4 sore), ada juga yang angkatan 96 (masuk kantor jam 9 pulang kantor jam 6). Semuanya itu belum meperhitungkan perjalanan dari rumah ke kantor yang bisa memakan waktu 1-2 jam perjalanan apalagi bagi para kaum urban yang tinggal di pinggiran kota Jakarta (Depok, Bekasi, Tangerang, Bogor). Setelah dikurangi jam perjalanan dari rumah menuju kantor kembali ke rumah, waktu yang tersisa mungkin sekitar 3-5 jam waktu aktif (waktu dimana anak-anak terbangun). Bahkan pernah ramai di media sosial si "dinda" yang berangkat kerja jam 5 pagi dari Bogor demi untuk mendapatkan kursi di Commuter line.
Alhamdulillah wacana yang dilontarkan pak JK ditanggapi positif beberapa Kementerian. Bahkan Kemenpan akan membicarakan hal ini dengan komisi terkait di DPR. Kalau seandainya diterima dan ditetapkan menjadi satu kebijakan, mungkin ini hanya solusi sementara permasalahan perempuan pekerja di Indonesia. Para perempuan sebenarnya tidak perlu menyingsingkan lengan untuk membantu suami mencari nafkah seandainya daya beli masyarakat kita tinggi. Masalahnya adalah harga kebutuhan pokok yang semakin lama semakin tinggi menuntut para perempuan untuk bekerja.
Pekerjaan yang dilakukan perempuan pekerja saat ini terhitung sama akibat aliran feminisme yang menyamakan kedudukan pria dan perempuan di lingkungan kerja. Tidak sedikit perempuan yang menjadi pejabat atau direktur, yang menduduki peran penting di suatu institusi. Apakah pengurangan waktu kerja juga akan mengurangi beban kerja di kantor? Apakah juga akan berdampak pada penghasilan para perempuan? Wacana ini membutuhkan kajian yang komprehensif. Tidak hanya membuat satu kebijakan yang harus dilaksanakan para pemimpin baik institusi swasta maupun dalam negeri. Semoga para pengambil kebijakan di negeri ini bisa bijak menentukan akan dibawa kemana wacana ini .
Seandainya daya beli masyarakat indonesia tinggi, dan rata-rata keluarga indonesia telah berkecukupan secara finansial, maka cukup kepala rumah tangga saja yang bekerja keluar rumah. Sehingga kebijakan pengurangan jam kerja tidak dibutuhkan. Hal inilah yang harus dipikirkan pemerintah dalam jangka panjang. Mungkin dengan kesadaran sendiri, para perempuan pekerja akan meninggalkan karir demi mengasuh buha hati di rumah. Dan dari sinilah pemuda-pemudi yang dibesarkan dengan kasih sayang ibu akan besar dan berguna bagi lingkungan. Sehingga moralitas para anak dan remaja bisa dididik dengan baik. Generasi muda tumbuh menjadi orang-orang yang positif dan berakhlaq baik. Sehingga apabila mereka dewasa akan memberikan sumbangsih yang berguna bagi nusa bangsa.
Pada akhirnya, saya hanya bisa menunggu apakah wacana yang digulirkan ini akan terlaksana atau hanya menjadi sekedar wacana yang merupakan impian kecil para perempuan pekerja. :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H