Mohon tunggu...
WON Ningrum
WON Ningrum Mohon Tunggu... Konsultan - Peace of mind, peace of heart...

Hello, welcome to my blog!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lulus dari Sekolah Kehidupan

24 Maret 2020   19:30 Diperbarui: 24 Maret 2020   19:46 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak pengalaman dan realitas kehidupan yang kita alami selama ini, saya yakini, sekaligus dengan pemecahan masalah-masalah kehidupan tersebut yang tidak pernah sekali pun diajarkan di bangku pendidikan formal yang kita lalui.

Inilah yang saya namakan sebagai sebuah Sekolah Kehidupan, di mana beragam problema kehidupan dan sekaligus solusi-solusinya bisa sekaligus ditemukan, jika kita cukup mempunyai perhatian yang jeli dan kesadaran yang penuh. Jangan dikira Sekolah Kehidupan ini tidak ada bentuk ujiannya untuk bisa dinyatakan naik kelas seperti berbagai bentuk ujian yang ada di bangku pendidikan formal.

Siapa yang mengelola Sekolah Kehidupan ini? Bagaimana pedoman untuk menjalaninya? Apakah ada aturannya? Apa saja aturan-aturan itu? Ketemu dengan orang lain dalam berinteraksi sehari-hari akan kelihatan jelas betapa tanda-tanda kekuasaan-Nya sangat jelas, lagi-lagi bagi orang-orang yang cukup jeli dan punya kesadaran penuh.

Lihat saja, ada orang yang selalu, dan menganggap wajar jika, berkomentar buruk terhadap orang lain, baik yang ia ketahui makna sebenarnya maupun yang hanya karena iseng-iseng saja (tidak ada kerjaan, ya jadilah "konyol-konyolan" sebagai bahan "pembicaraan serius" di antara mereka). 

Komentar yang buruk berasal dari pikiran yang buruk. Pikiran buruk bisa menjadi momok bagi seseorang untuk bisa merasakan ketenangan dalam hidup. Fokus mereka hanyalah kepada orang-orang atau kepada hal-hal yang mereka "anggap buruk". Kelemahannya, mereka jadi menganggap diri mereka adalah selalu yang paling benar dan orang lain selalu buruk/salah. Jadinya, mereka kurang/tidak pernah melakukan introspeksi diri untuk perbaikan diri dan kehidupan mereka.

Lihatlah, ada lagi orang-orang yang sangat memerhatikan penampilannya di mana pun mereka berada. Tentu butuh waktu yang cukup untuk mempersiapkan itu semua. Orang-orang ini bisa digolongkan sebagai orang-orang yang teliti, rapi atau bisa juga disebut sebagai orang-orang yang perfectionist. 

Saking sifat sempurna ini sudah mendarah daging dalam tubuh dan kepribadian mereka, akibatnya mereka menjadi "zero-tolerance" terhadap segala sesuatu yang "tidak sempurna", yang implikasinya mereka jadi tidak gampang percaya dengan orang-orang di sekeliling mereka yang dianggap "tidak sempurna" tadi. Padahal bisa jadi semua orang di sekeliling mereka telah melakukan hal "yang terbaik" menurut standar masing-masing.

Ada lagi orang-orang yang sangat suka mengkritik apapun juga yang mereka lihat atau yang mereka rasa tidak wajar dan tidak normal di sekeliling mereka. Padahal bisa jadi perspektif dan sudut pandang yang dipunyai oleh tipe orang seperti ini tidak bisa dipakai oleh semua tipe kepribadiaan orang, oleh semua tipe pekerjaan, dan oleh semua situasi kehidupan. 

Jadinya, sikap toleran perlu dikedepankan karena alih-alih mau memperbaiki keadaan, adanya malah menghakimi orang lain. Oya, mereka juga biasanya sangat jago berargumentasi. Jadi jangan heran, sebelum berargumentasi dengan orang-orang tipe seperti ini, lebih baik persiapkan betul jawaban yang logis atau masuk akal untuk berargumentasi dengan mereka.

Sebenarnya masih banyak contoh lainnya, jika kita mau memperhatikan sekeliling kita dengan seksama. Karena namanya Sekolah Kehidupan, maka setiap orang bebas belajar dan bereksperimen sampai ia bisa punya wawasan dan pemahaman yang mendalam serta punya kesadaran penuh tentang arti kehidupan itu sendiri. Ada yang menjalaninya dengan cepat, dan ada yang menjalaninya dengan sangat lambat. Namun jangan khawatir. Semua orang punya peluang untuk lulus dan naik kelas. Semoga!*

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun