Mohon tunggu...
Indra Kusuma
Indra Kusuma Mohon Tunggu... wiraswasta -

wombatkusuma adalah salah satu alterego yang malas dan manja; kerikil di sela-sela ladang gandum tanpa tahu di atas sana matahari selalu menjadi pencemburu. Berkebun dan melukis di http://thinkbin.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Jembatan Pukul Empat

22 Juni 2011   10:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:16 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

[caption id="attachment_118209" align="aligncenter" width="300" caption="Djembatan Merah Surabaya"][/caption]

I. Penantian Di penantian pukul empat; Sebab bisunya lidah buntunya takdir Dan haus, dan mati mendera kami, Kalau pukul empat segera tiba Melangkah kami ke garis dendam Bertumbak-bedil ‘kan kami bunuh, bakar Mereka yang menggarong punya kami, Cepat, pukul empat akan tiba; Jembatan kepunyaan kami. Milik kami. II. Perjalanan Ribuan pertempuran telah kami lewat, Tapi Jembatan kepunyaan kami. Milik kami. Maukah angin berderai kabarkan berita Seberangi peraliran-peraliran sungai? Tapi dalam kabut bukit mereka musti Tidur bermimpimimpi ditengah Waktu, Bakal tergerak-kah bumi dan getar saat Tubuhtubuh kami meledak pukul empat? Tapi jembatan kepunyaan kami. Milik kami.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun