Mohon tunggu...
Wolf Ale LoneiraSao
Wolf Ale LoneiraSao Mohon Tunggu... -

Terima kasih sudah meluangkan waktu Anda utk membaca dan memberikan komentar yg membangun.\r\nKontak detail: ameiragallery@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Aku dan Ketan Buatan Ibu

22 Desember 2013   13:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:37 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Untuk Hari Ibu 22/12/2013

Aku dan Ketan Buatan Ibu

By: Ale

Dear Mommy...

Terlalu jauh aku menebus rasa Cintamu.

Sementara, aku mulai mengingat satu - persatu kesalahanku,

di kala kenakalanku, yg kini ku akui sepenuhnya… padamu Ibu.

Subuh kau sudah terbangun... memasak beras ketan dan parutan kelapa.

Lalu menata dan menyusunnya pada sebuah tampah berlapis daun pisang.

Saat itu aku kelas VI SD.

Untuk memenuhi segala kebutuhan dan meringankan beban perekonomian.

Dan aku tau penghasilan ayah, yg tak seberapa sebagai buruh bangunan.

Membuat dan menjual ketan yg harus di titipkan di warung – warung,

dan membagi hasil dengan pemilik warung.

Dan inilah kata yg ku ingatnya....

“Nak, tolong titipkan ketan ini. Semua jumlahnya 30, satu ketannya Rp. 150”.

Dan pemilik warungnya menjual Rp. 175.

"Nanti sore kamu ambil ya, nak ?".

"Iya, bu".

Setiap pagi hari kala itu... ku bawa ketan dan ku titipkan di warung.

Dan sore harinya harus ku ambil kembali. Kadang masih banyak yg tersisa.

Di sinilah kenakalanku bermula.

Tiap kali aku mengambil titipan ketan, seringkali ku lebihkan jumlah,

ketika di tanya pemilik warungnya.

Yg sebenarnya 30, ku katakan 32.

Dan ketika kau bertanya "habiis semua nak ketannya?".

"Tidak bu, tadi tersisa 4. Tapi sudah ku makan dan ku bagikan pada teman - teman".

Dan di sinilah rasa salahku. Seringkali membohongimu ibu.

Tak kan pernah cukup ku tebus kesalahanku.

Saat ini apa yg ku lakukan. Apa yg ku perbuat.

Melapisi sisi.... Kasih.

Ibu... Dimana kini kau tak pernah marah.

Tak pernah minta aku menebusnya.

Adalah Cinta di mana kenyataan ku dapatkan.

Ibu... Maafkan aku.

Ingin ku basuh telapak kakimu.

Meski aku tau takkan pernah cukup ku tebus,

dari kanak kanak… sampai kini dengan 2 orang anakku.

Ibu... Peluk cium... Kasih sayangku untukmu.

Selamat untuk Hari Ibu... Untukmu Ibuku. Dan Para Perempuan Ibu lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun