Hal tersebut didasari akan perbedaan dalam pelaksanaan tugas, dimana polisi seharusnya bertugas mengamankan masyarakat dalam menciptakan ketertiban dan keamanan, sedangkan tugas militer adalah mengamankan negara dari ancaman musuh atau dapat dikatakan sebagai alat untuk bertempur.
Pemisahan Polri dimulai sejak tanggal 1 April 1999 Polri dan TNI/ABRI secara resmi berpisah dan berdiri sendiri. sebagaimana tertuang dalam beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan seperti: Instruksi Presiden Nomor 2 tahun 1999 tentang Pemisahan Polri dri TNI/ABRI, Tap MPR Nomor VI/2000 Tentang Pemisahan TNI dan Polri, Tap MPR Nomor VII/2000 Tentang Peran TNI dan Peran Polri, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, dan Kebijakan Strategis Kapolri 2002-2004.
Pemisahan Polri dan TNI/ABRI sebagaimana disebutkan dalam peraturan perundang-undangan di atas disadari sebagai momentum bersejarah yang sangat penting bagi Polri untuk berbuat lebih baik dalam melaksanakan fungsinya secara mandiri (tidak militeristik) dan bebas dari kekuasaan dan politik dari manapun (independen).Â
Momentum sejarah ini dipandang sebagai sebuah awal (starting point) untuk memulai kehidupan masyarakat sipil (civil society) yang pada dasarnya merupakan gambaran utuh polisi sebagai warga sipil yang diberi tugas untuk menegakkan keadilan dan mewujudkan rasa aman masyarakat. Momentum ini juga dipandang sebagai timing yang baik untuk mewujudkan profesionalisme Polri yang selalu dinanti-nantikan, sekaligus bahwa ide peningkatkan profesionalisme Polri ini merupakan penjabaran salah satu agenda reformasi Polri pasca reformasi 1998.
Seorang ahli Albert Sydney Hornby (2005) mengemukakan bahwa profesionalism is mark or qualities of profession artinya profesionalisme adalah nilai atau kualitas dari sebuah profesi. Nilai profesionalisme merupakan faktor penting yang wajib dimiliki setiap anggota Polri.Â
Sikap profesional di Kepolisian menjadi syarat wajib bagi setiap anggota dan bukan hanya sebuah slogan kosong. Polri harus bisa beradaptasi untuk mempertahankan profesionalitasnya dalam berbagai macam kondisi. Â
Professionalisme di Polri dibutuhkan dalam rangka menjalankan tugasnya dengan baik sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban dalam masyarakat maupun sebagai penegak hukum.Â
Dalam hal ini hukum memberikan kekuasaan dan kewenangan terhadap Polisi untuk melakukan tindakan-tindakan operasional yang bersifat independen atau mandiri. Secara organisasional masyarakat menyadari bahwa pada dasarnya polisi sangat penting peranannya demi kelangsungan bangsa dan negara. Oleh karena itu, polisi harus memiliki profesionalisme yang datang dari hati nurani, bekerja tidak untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu.
Profesionalisme sangat berkaitan erat dengan tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia. Hal ini dikarenakan polisi memegang peranan yang sangat penting dengan tugas pokok sebagai pelindung, pengayom, penegak hukum, menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas).Â
Dalam hal ini, polisi merupakan etalase (showcase) di dalam masyarakat, sehingga dituntut untuk melakukan perubahan, pembenahan, dan pendekatan kultural kepada masyarakat.Â