Mohon tunggu...
Eko Wiyanto
Eko Wiyanto Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Malas adalah keputusaan yang abadi.....

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Darwinisme Pendidikan

30 September 2011   14:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:28 489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_138507" align="aligncenter" width="640" caption="Ilustrasi/Admin (Sumber: Shutterstock.com)"][/caption]

Satu setengah abad yang lalu, tepatnya tahun 1859 Charles Darwin menerbitkan buku “The Origin of Species” yang berisi tentang teori yang terkenal sekaligus kontroversial yaitu Survival of the Fittest. Teori tersebut menyatakan bahwa makhluk hidup yang dapat bertahan hidup adalah makhluk yang bisa menyesuaikan diri dengan alam dimana dia hidup; sehingga akhirnya makhluk yang terkuat saja yang bisa bertahan hidup. Menurutnya seluruh makhluk hidup di dunia ini berasal dari nenek moyang yang sama yang mengalami perubahan sedikit demi sedikit yang disebut sebagai proses evolusi sehingga terbentuk berbagai spesies seperti yang kita saksikan sekarang.

Teori ini menjadi kontroversial karena bertentangan dengan kepercayaan (agama) yang mengakui bahwa semua makhluk hidup merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Semakin kontroversial karena dengan teori ini beberapa kelompok masyarakat mengkaitkannya dengan masalah politik dan sosial. Hal ini dapat dilihat pada pemikiran Karl Marx, Engels, Hitler dan Stalin yang memperoleh inspirasi dari teori Darwin. Bahkan Karl Marx mempersembahkan bukunya “Das Capital” kepada Darwin. Ia menulis dalam bukunya ‘dari seorang pengagum setia kepada Charles Darwin’.

Pendidikan Hanya Untuk Orang ‘Kuat’

Tanpa bermaksud untuk mendukung kebenaran teori Darwin atau Darwinisme tersebut, ada baiknya jika kita mempertanyakan apakah sekarang paham Darwinisme juga mengilhami dan berlaku pada dunia pendidikan formal kita? Kalau melihat keadaan sekarang ini boleh jadi jawabannya adalah ya. Keadaan yang mengarah pada Darwinisme sudah dapat kita lihat saat ini, dimana hanya mereka yang ‘kuat’ saja yang dapat bertahan. Hanya mereka yang ‘kuat secara ekonomi’ saja yang bisa bertahan dan mendapatkan pendidikan formal yang baik. Akhirnya berlaku hukum seleksi dimana mereka yang tidak kuat akan tersingkir. Mereka yang tidak kuat ekonominya tidak akan bisa mendapatkan pendidikan formal bermutu baik.

Seleksi untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi adalah tidak salah. Bahkan dalam bidang apapun, seleksi merupakan suatu keharusan apabila diinginkan adanya suatu peningkatan hasil atau performans output. Namun syaratnya adalah sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Begitu pula dalam bidang pendidikan formal jika variabel seleksi menggunakan keunggulan intelegensia, bakat dan minat maka bisa dibenarkan. Jika seleksi bukan berdasar variabel diatas maka hasil dari seleksi akan bias, sehingga tujuan awal dari seleksi juga akan gagal. Akibat selanjutnya adalah peserta didik hasil seleksi tidak memiliki kemampuan akademik terbaik.

Tetapi apa yang terjadi sekarang? Kelihatan bahwa kemampuan ekonomi juga menjadi variabel untuk seleksi. Seleksi untuk menjadi siswa ataupun mahasiswa sekarang sudah disertai dengan kemampuan ekonomi si calon. Meskipun menurut pengelola, hal itu bukan merupakan penentu diterima atau tidaknya calon siswa atau mahasiswa. Kita lalu bertanya untuk apa jika tidak menentukan diterima tidaknya calon lantas dicantumkan dalam formulir pendaftaran? Apabila terdapat dua calon yang secara akademik memiliki kemampuan sama padahal hanya tersedia satu kursi, lalu siapa yang diterima? Yang mampu bayar sedikit atau banyak? Hendak membantu si miskin atau memberikan kesempatan pada si kaya?

Sebagian berpendapat bahwa keadilan bukan berarti sama rata, mereka berpendapat bahwa tidak adil jika orang kaya membayar sekolah sama dengan yang dibayar oleh orang miskin. Kita bisa balik bertanya apakah adil jika hanya karena orang miskin tidak bisa mendapat pendidikan yang baik? Apakah hanya karena orang miskin harus tersingkir dari hiruk pikuknya pendidikan?

Memang untuk melaksanakan pendidikan yang bermutu diperlukan biaya yang tinggi. Tetapi bukankah berdasarkan undang-undang dasar negara wajib menjamin pendidikan bagi segenap warganya? Kelihatannya pendidikan saat ini diarahkan untuk lebih banyak ditanggung sendiri oleh warga negara, oleh masyarakat sendiri. Sebagian berargumen bahwa pendidikan merupakan investasi untuk masa depan sehingga kalaupun mahal tidak apa-apa. Kita harus bertanya sebenarnya investasi pendidikan diperuntukkan bagi siapa? Investasi pribadi atau investasi negara? Kalau negara memandang bahwa anak-anak merupakan investasi masa depan, maka pendidikan juga merupakan investasi negara, dan tentu saja yang harus menanggung adalah negara.

Jika pendidikan mahal terus terjadi maka ‘darwinisme’lah yang berlaku, mereka yang mampu untuk menyesuaikan diri (membayar paling tinggi) yang akan dapat memperoleh pendidikan formal yang bermutu tinggi. Mereka yang tidak mampu membayar tinggi tidak akan mendapatkan pendidikan formal yang baik. Disinilah berlaku darwinisme. Menurut Darwinisme akhirnya mereka yang tidak kuat (secara ekonomi) akan tersingkir. Mereka akan menjadi ‘spesies’ yang memiliki kelas yang lebih rendah, mereka berevolusi menjadi bukan ‘manusia’. Sedangkan si kaya berevolusi menjadi ‘manusia’.

Jika darwinisme pendidikan terjadi maka sebenarnya dalam jangkauan yang lebih luas dan jangka panjang, negara akan mengalami kerugian karena anak-anak yang sebenarnya memiliki potensi akademik baik yang seharusnya bisa memperoleh pendidikan yang baik akan tersingkir dan hanya akan menjadi kuli. Negara akan kehilangan potensi anak-anak unggul yang bisa menjadi pemimpin masa depan yang bersih yang lebih bisa memajukan negara ini.

Penolakan Terhadap Darwinisme Pendidikan

Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah kenapa jika Darwinisme yang intinya menyatakan bahwa manusia memiliki nenek moyang yang sama dengan golongan simpanse, kera dan sejenisnya ditolak oleh sebagian besar masyarakat bahkan sebagian orang-orang yang ada dalam institusi pendidikan formal, tetapi dengan ‘Darwinisme pendidikan’ kenapa mereka tidak bereaksi menolak? Bahkan sebagian dari mereka malah turut serta menyelenggarakan pendidikan yang ‘mahal’ yang tidak terjangkau oleh masyarakat biasa. Padahal dalam jangka panjang hal tersebut akan semakin memperlebar jarak pohon evolusi si kaya dan si miskin, dengan kata lain akan semakin memperlebar jurang si kaya dengan si miskin.

Kita saksikan sekolah-sekolah negeri dari dasar sampai perguruan tinggi yang memiliki ‘mutu’ yang baik saat ini secara implisit mendukung hal tersebut. Jika alasanya pemerintah tidak memberikan dana yang cukup untuk menyelenggarakan pendidikan, lebih baik mereka hanya menerima siswa sejumlah dana yang diberikan oleh pemerintah saja. Diharapkan mereka mau ‘menekan’ pemerintah dengan cara tidak perlu menerima siswa baru yang melebihi jatah dari sejumlah dana yang diberikan oleh pemerintah.

Kita mengharapkan pada mereka yang memiliki ‘suara keras’ dan ‘bisa mewakili masyarakat’ mau untuk menolak keras Darwinisme pendidikan. Kita mengharapkan mereka mau memberikan ‘tekanan’ agar pemerintah mau mengadakan pendidikan yang dapat dimasuki oleh semua golongan tanpa membedakan kemampuan dari segi finansial.

Dengan begitu kita bisa berharap anak cucu kita pada generasi-generasi yang akan datang tidak ada yang berevolusi menjadi ‘spesies’ dengan kelas yang rendah. Mereka semua memiliki peluang yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi berdasarkan seleksi yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Dan pada akhirnya kita mengharapkan generasi yang akan datang akan menjadi ‘manusia’ semua.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun