Peran politik pendidikan di Indonesia berdampak pada kebijakan dan kualitas pendidikan. Negara telah menerapkan berbagai kebijakan, seperti kebijakan Merdeka Belajar Kampus Mengajar (MBKM) dan otonomi pendidikan, untuk meningkatkan pengelolaan dan daya saing pendidikan. Namun kebijakan-kebijakan tersebut masih menghadapi tantangan dan kelemahan. Kebijakan MBKM meskipun dipandang sebagai solusi potensial, namun masih memiliki kelemahan fatal yang mengakibatkan permasalahan adaptasi kurikulum. Penerapan otonomi pendidikan telah menimbulkan konflik antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan lembaga pendidikan, serta inefisiensi pengelolaan pendidikan dan praktik korupsi baru. Selain itu, desentralisasi pendidikan telah menghadirkan tantangan dalam pengendalian kualitas, pembiayaan, dan profesionalisme guru. Permasalahan ini menyoroti perlunya perbaikan kebijakan dan strategi untuk mengatasi dinamika politik dan menjamin kualitas pendidikan di Indonesia.
Politik memiliki dampak yang signifikan terhadap sistem pendidikan. Di banyak negara, campur tangan politik dan pengaruh partai politik dapat melemahkan kualitas pendidikan dan menghambat pengembangan sistem pendidikan yang kuat. Para pemimpin politik sering kali memprioritaskan kepentingan dan pendukungnya sendiri di atas kebutuhan sistem pendidikan, sehingga menyebabkan korupsi dan kesalahan alokasi sumber daya. Penyelesaian politik dalam suatu negara dapat menentukan potensi dan pelaksanaan reformasi pendidikan. Dominasi politik di tingkat nasional dapat memungkinkan para elit untuk mengatasi kepentingan pribadi, namun dapat menghambat munculnya koalisi untuk mempelajari reformasi. Dalam lingkungan politik yang lebih kompetitif, jangka pendek dan kepentingan pribadi dapat menghambat kemajuan Pendidikan. Di tingkat daerah, kurangnya dominasi politik dan desentralisasi dapat menghasilkan solusi inovatif terhadap tantangan pendidikan. Secara keseluruhan, politik memainkan peran penting dalam membentuk sistem pendidikan dan hasil-hasilnya.
Pendidikan dapat digunakan untuk mendorong perubahan politik dengan menumbuhkan kepentingan politik, keterlibatan, dan kesadaran di antara individu. Pendidikan kewirausahaan, misalnya, terbukti mengubah siswa menjadi lebih tertarik dan terlibat secara politik. Pendidikan keuangan juga dapat diperlakukan sebagai pendidikan politik, meningkatkan kesadaran masyarakat tentang penindasan struktural sebagai akar penyebab kerawanan keuangan. Selain itu, proses rekonseptualisasi dalam pendidikan matematika berpotensi mempolitisasi bidang tersebut dan berkontribusi terhadap perubahan sosial yang lebih luas. Pendidikan politik tidak terbatas pada mata pelajaran atau bagian kurikulum tertentu, melainkan meresapi seluruh pengalaman pendidikan, membentuk nilai-nilai dan memajukan masyarakat yang diinginkan. Guru dapat berperan dalam mendorong perubahan politik dengan mendorong siswa untuk menaruh minat pada isu-isu sosial dan politik melalui berbagai mata pelajaran, seperti bahasa Inggris, sejarah, geografi, dan pendidikan agama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H