Mohon tunggu...
Wiwit Yuliani
Wiwit Yuliani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Semoga tulisan yang saya buat dapat memberikan manfaat.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Melihat Ragam Tradisi Banten Dalam Moderasi Beragama

14 Desember 2021   01:01 Diperbarui: 14 Desember 2021   02:00 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: @dudisugandi, @infoserang on instagram.com

Mengulik kembali sejarah lampau mengenai pembangunan Vihara Avalokitesvara Banten, terletak di Kecamatan Kasemen, Kota Serang di daerah Banten Lama. Tak lupa erat kaitannya dengan salah satu tokoh Walisongo penyebar Islam di Tanah Jawa. Vihara ini dibangun pada  abad ke-16 oleh Syekh Syarif Hidayatullah yang biasa dikenal sebagai Sunan Gunung Jati. Pembangunan Vihara Avalokitesvara dilatar belakangi karena Sunan Gunung Jati beristrikan yang masih berdarah Kaisar Tiongkok bernama Putri Ong Tien. Putri Ong Tien beserta para rombongannya hendak melakukan perjalanan ke Surabaya, kehabisan bekal dan kemudian singgah untuk beberapa waktu yang lama di Banten.

Singkat cerita, Putri Ong Tien bersama sebagian pengawalnya telah memeluk Islam semenjak menikah dengan Sunan Gunung Jati, namun sebagian pengawalnya masih tetap memeluk agama leluhur mereka. Mereka yang belum memeluk  agama Islam beribadah di tepi Pantai. Tuan Putri Ong Tien merasa sedih sekali melihat hal tersebut dan kemudian meminta kepada sang suami, Sunan Gunung Jati untuk memberikan mereka tempat beribadah, dibangunlah Vihara Avalokitesvara. Vihara ini diabdikan bagi tiga umat kepercayaan, yaitu Buddha, Kong Hu Cu, dan Taoisme.

Dengan adanya bukti berupa Vihara Avalokitesvara, menjadi simbol bahwa moderasi beragama di Banten sudah ada sejak zaman Kesultanan Banten. Hal ini juga dikuatkan dengan adanya aktivitas perdagangan rempah – rempah pada masa Kesultanan Banten di Pelabuhan Karangantu yang letaknya sekitar 2 kilometer dari Vihara Avalokitesvara. Di Pelabuhan tersebut dulunya ramai karena aktivitas perdagangan dari berbagai penjuru dunia, sehingga sikap toleransi dan moderasi masyarakat sekitar sudah ada sejak saat itu.

Moderasi beragama juga terlihat dalam corak keragaman tradisi lokal yang berkembang ditengah – tengah  masyarakat sekitar Banten yang sudah ada sejak lama. Banyak tradisi lokal yang tumbuh dan berkembang di tengah – tengah masyarakat Banten seperti pada tradisi Panjang Mulud. Tradisi Panjang Mulud ini biasa dilakukan dalam rangka suka cita perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW setiap Bulan Mulud yang  kita kenal dengan Maulid Nabi yaitu pada bulan Rabiul Awal dalam kalender Hijriah. Perayaan Maulid Nabi setiap daerah di Indonesia secara umum sama, namun tetap memiliki ciri khas berbeda dalam upacara perayaannya.

Dalam tradisi Panjang Mulud di Banten ini, masyarakat membuat replika miniatur berbentuk kapal maupun masjid, kemudian di hias dengan pernak – pernik cantik yang menarik dan kemudian diarak keliling kampung.

Kapal Panjang Mulud ini biasanya berisi kebutuhan sehari – hari seperti sembako, pakaian, perlengkapan rumah tangga, nasi beserta lauk pauk, bahkan ada juga uang kertas. Namun, ciri khas dari kapal Panjang Mulud ini tak luput dengan identiknya yaitu Telur rebus yang mempunyai makna bahwa telur sebagai lambang kelahiran, bentuknya yang bulat maknanya dunia sebagai tempat dilahirkannya dan sebagai tempat kehidupan manusia itu, kulit telur melambangkan iman, putih telur menyimbolkan agama Islam, dan kuning telur menandakan  sebagai Ihsan.

Tradisi Panjang Mulud ini diawali dengan pembacaan do’a kemudian mendentangkan lantunan puji – pujian dan sholawat kepada Sang Pencipta, Allah SWT dan Rasul-Nya. Arak – arakan kapal Panjang Mulud ini diikuti oleh seluruh lapisan masyarakat dari berbagai kalangan , bahkan penganut agama selain muslim diperbolehkan ikut serta memeriahkan acara tersebut.

Tradisi Panjang Mulud ini dapat memaknai sikap toleransi yang diperkokoh dengan adanya gotong royong terutama saat pembuatan kapal Panjang Mulud, masyarakat saling bahu – membahu menghias kapal Panjang Mulud dan pengarakan kapal Panjang Mulud dari satu tempat ke tempat lain.

Pengarakan kapal Panjang Mulud dipusatkan di Masjid dan diakhiri dengan pembacaan tahlil dan do’a. Dipenghujung acara, seluruh masyarakat menantikan moment berebut untuk memperoleh barang - barang yang berada di dalam kapal Panjang tersebut. Mereka mempercayai akan mendapatkan keberkahan dari kelahiran Nabi Muhammad SAW sebagai rahmatan lil a’lamin. Dengan adanya berbagi dari mereka yang ikut bersedekah dalam mengisi barang – barang yang ada di dalam kapal Panjang Mulud dan dinikmati oleh masyarakat, mereka menganggap bahwa rahmat bukan untuk dinikmati seorang diri saja, namun untuk dibagi dan dinikmati bersama.

Tradisi Panjang Mulud ini memiliki makna untuk menjaga tali persaudaraan atau ukhuwah untuk menghindari perseturuan pada pemahaman beragama.

Sama halnya dengan tradisi yang ada di daerah lainnya di Pulau Jawa, Banten juga ada tradisi ziarah. Tradisi ziarah di Banten bukan hanya berkunjung ke makam sanak saudara, namun makam Sultan dan para Syekh penyebar Islam menjadi sorotan masyarakat untuk berziarah. Dengan latar belakang cerita sejarah tentang Kesultanan Banten, hal ini menarik masyarakat luas untuk datang berziarah ke makam tersebut, terlebih saat menjelang bulan Ramadhan tiba. Tempat makam para keluarga Sultan Banten dan para Syekh ini dianggap keramat oleh masyarakat. Ziarah ini, konon bertujuan untuk memperoleh sumber berkah dari orang – orang yang dekat dengan Allah SWT selama hidupnya, namun doa’a-nya tetap bermunajat kepada Allah SWT. Perlu kita ketahui, ziarah ke makam yang dianggap keramat oleh masyarakat Jawa disebabkan dengan pengaruh zaman Jawa-Hindu, yang saat itu kedudukan Raja masih dianggap sebagai titipan dewa. Sehingga, segala sesuatu yang berhubungan dengan Raja, termasuk makam dan peninggalan lainnya masih dianggap keramat. Tradisi Ziarah ini selain mendo’a-kan para arwah leluhur juga sekaligus mengenang jejak peninggalan perjuangan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun