Mohon tunggu...
Wiwit Putra Bangsa
Wiwit Putra Bangsa Mohon Tunggu... Lainnya - Lahir di Bandung

Wiwit Putra Bangsa lahir di Bandung. Bekerja sebagai ASN di Bapas Purwokerto sebagai Pembimbing Kemasyarakatan Pertama. Menulis menjadi kebiasaannya untuk mengeluarkan sesaknya segala yang ada di kepala agar tidak terlalu penuh dan berat. Menulis Buku Orang-orang Tersesat (Aglitera, 2021). Cerpennya terpublikasikan di beberapa media. Puisi berjudul Liana menjadi juara satu kompetisi online tingkat nasional tahun 2023 (Kreasi Anak Bangsa)

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Puisi: Bunga Dendelion

3 Januari 2024   23:02 Diperbarui: 8 Januari 2024   20:59 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bunga dandelion. Sumber: Pexels/J H

Seperti bunga Dendelion yang seharusnya tidak tumbuh pada tempat semestinya. Seperti kegigihannya memanfaatkan kekuatan batin untuk bertahan melewati tantangan hidup. Hingga ia dapat tumbuh di mana saja karena bijinya yang mudah tertiup angin.

Dan aku sebetapa angkuhnya dilumat keras kehidupan, tidak peduli seberapa kencang badai yang menerpa dan tiada kuasa merubah garis tangan.

Aku tidak menjamin masa depanku seindah yang kamu bayangkan. Karena, takaran keindahan setiap orang berbeda. Maka ku ijinkan kamu memilih seperti apa kebahagiaan itu kelak. Jika memang tidak ada aku pada daftar itu. Tidak mengapa, karena aku bisa berdansa dengan bahagiaku sendiri, yang takarannya jelas sangat berbeda dengan milikmu.

Kehidupan akan terus berubah, dan kita tidak bisa egois dengan keinginan kita masing masing. Maka, hal yang paling tidak mustahil adalah kita tumbuh pada tempat masing-masing entah itu bisa disebut layak atau tidak. Kitalah yang harus bertransformasi dan bisa menjadi bagian dari ketidaklayakan itu.

Oh, Dandelion yang cepat berlalu. Hingga kita menyadari banyak momen hidup terlewat dan tidak menghargai keindahannya. Bunga yang tidak ragu ditinggalkan matahari, karena dia sendiri bagian dari kehangatan.

Aku berusaha menghangatkan siapapun peduli padaku, tetapi kenyataan menghentak. Tidak ada kepedulian, hanyalah pada seberapa bergunanya kita pada pencapaian orang lain. Seberapa bermanfaatnya kita membantu keinginan orang lain.

Tak usah terlalu dipikirkan, manusia memang memiliki keterikaitan dengan lainnya. Nyatanya aku masih tumbuh dan lebih kuat. Jika itu teman dansa kebahagiaanku.

Saat ini aku hanya berfokus pada tidak melukai dan merusak kebahagiaan orang lain. Setidaknya membuat bagian dalam diriku berguna untuk orang lain.

Termasuk untukmu. Aku ikhlas jika diriku seperti Dandelion yang patuh diterbangkan angin kemanapun ia mau. Aku ingin sari-sari bunga ini adalah kebaikan yang bisa tumbuh di mana pun.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun