Mohon tunggu...
wiwin rahmawati
wiwin rahmawati Mohon Tunggu... Guru - guru

olah raga

Selanjutnya

Tutup

Diary

Guru dengan Ego Tinggi: Bumerang bagi Pembelajaran dan Kehidupan Siswa

13 November 2024   19:22 Diperbarui: 13 November 2024   19:25 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
siswa-siswaku/Dok. pri

oleh ; Wiwin Rahmawati

seorang guru /orang tua adalah digugu dan ditiru kadang guru yang egonya tinggi pun menjadi bumerang bagi dirinya dan masalalunya buat para siswa artinya 

" Pantaskah saya mendidik orang lain ketika saya belum mampu mendidik saya  sendiri, pantaskah saya berbicara di depan anak-anak yang ingin hidup lebih baik, jika saya tidak pernah belajar setiap saat dan spiritualitas itu adalah ketika kita mampumelihat diri kita sendiri menjadi guru ada di persimpangan ada EGO dan ada LAYANAN untuk mampu melayani orang lain dan menjadi pelayan anak-anak yang harus kita kikis adalah ego kita bagaimana kita melawan ego kita untuk tidak menyapa anak dengan muka yang masam, bagaimana kita berbicara dengan guru lain dengan tone yang ramah ketika spritualitas kita kuat maka kita akan masuk kelas tanpa menggunakan topengkita menjadi diri sendiri ketika dihadapan anak-anakada yang kurang pas kita mampu mengatakan kepada anak-anak ' maafkan anak-anak ibu :) tadi ibu guru salah ya tadi ibu membaca buku ini ternyata yang ini....' itu ketika kita sudah melawan ego kita"

 Seorang guru atau orang tua memang seharusnya menjadi teladan yang dapat dipercaya, dihormati, dan diikuti oleh siswa atau anak-anak. Namun, ketika mereka terlalu dibawa oleh ego, itu bisa berdampak negatif baik bagi hubungan mereka dengan siswa maupun bagi proses pembelajaran itu sendiri. Ketika seorang guru atau orang tua hanya fokus pada keinginan dan pendapat pribadi tanpa mendengarkan atau memahami perasaan dan perspektif anak, itu bisa menciptakan jarak emosional dan menumbuhkan rasa ketidakpercayaan.

Ego yang tinggi dapat menjadi bumerang, karena anak-anak atau siswa akan mulai merasa tidak dihargai atau disalahpahami, dan itu bisa memengaruhi rasa percaya diri mereka, bahkan berpengaruh pada prestasi dan perkembangan emosional mereka. Dalam banyak kasus, peran seorang guru atau orang tua bukan hanya memberi informasi, tetapi juga memberikan contoh sikap yang penuh empati, pengertian, dan mendengarkan dengan hati terbuka.

Untuk itu, penting bagi guru atau orang tua untuk menjaga keseimbangan antara kepemimpinan yang bijaksana dan rendah hati, agar anak-anak atau siswa dapat merasa dihargai dan mendapatkan pelajaran yang tidak hanya bersifat akademis, tetapi juga nilai kehidupan yang positif.

Jadi bahwa menjadi seorang guru bukan hanya soal menyampaikan ilmu, tetapi juga tentang memiliki kesadaran diri yang mendalam dan kerendahan hati. Guru yang baik mampu mengelola egonya, menyadari keterbatasan diri, dan selalu mau belajar dan berkembang, baik secara pribadi maupun spiritual. Seorang guru harus bisa melayani dengan tulus.

salam buat para guru dan siswa-siswa dimanapun berada

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun