oleh ; Wiwin Rahmawati
seorang guru /orang tua adalah digugu dan ditiru kadang guru yang egonya tinggi pun menjadi bumerang bagi dirinya dan masalalunya buat para siswa artinyaÂ
" Pantaskah saya mendidik orang lain ketika saya belum mampu mendidik saya  sendiri, pantaskah saya berbicara di depan anak-anak yang ingin hidup lebih baik, jika saya tidak pernah belajar setiap saat dan spiritualitas itu adalah ketika kita mampumelihat diri kita sendiri menjadi guru ada di persimpangan ada EGO dan ada LAYANAN untuk mampu melayani orang lain dan menjadi pelayan anak-anak yang harus kita kikis adalah ego kita bagaimana kita melawan ego kita untuk tidak menyapa anak dengan muka yang masam, bagaimana kita berbicara dengan guru lain dengan tone yang ramah ketika spritualitas kita kuat maka kita akan masuk kelas tanpa menggunakan topengkita menjadi diri sendiri ketika dihadapan anak-anakada yang kurang pas kita mampu mengatakan kepada anak-anak ' maafkan anak-anak ibu :) tadi ibu guru salah ya tadi ibu membaca buku ini ternyata yang ini....' itu ketika kita sudah melawan ego kita"
 Seorang guru atau orang tua memang seharusnya menjadi teladan yang dapat dipercaya, dihormati, dan diikuti oleh siswa atau anak-anak. Namun, ketika mereka terlalu dibawa oleh ego, itu bisa berdampak negatif baik bagi hubungan mereka dengan siswa maupun bagi proses pembelajaran itu sendiri. Ketika seorang guru atau orang tua hanya fokus pada keinginan dan pendapat pribadi tanpa mendengarkan atau memahami perasaan dan perspektif anak, itu bisa menciptakan jarak emosional dan menumbuhkan rasa ketidakpercayaan.
Ego yang tinggi dapat menjadi bumerang, karena anak-anak atau siswa akan mulai merasa tidak dihargai atau disalahpahami, dan itu bisa memengaruhi rasa percaya diri mereka, bahkan berpengaruh pada prestasi dan perkembangan emosional mereka. Dalam banyak kasus, peran seorang guru atau orang tua bukan hanya memberi informasi, tetapi juga memberikan contoh sikap yang penuh empati, pengertian, dan mendengarkan dengan hati terbuka.
Untuk itu, penting bagi guru atau orang tua untuk menjaga keseimbangan antara kepemimpinan yang bijaksana dan rendah hati, agar anak-anak atau siswa dapat merasa dihargai dan mendapatkan pelajaran yang tidak hanya bersifat akademis, tetapi juga nilai kehidupan yang positif.
Jadi bahwa menjadi seorang guru bukan hanya soal menyampaikan ilmu, tetapi juga tentang memiliki kesadaran diri yang mendalam dan kerendahan hati. Guru yang baik mampu mengelola egonya, menyadari keterbatasan diri, dan selalu mau belajar dan berkembang, baik secara pribadi maupun spiritual. Seorang guru harus bisa melayani dengan tulus.
salam buat para guru dan siswa-siswa dimanapun berada
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H