Mohon tunggu...
Wiwing
Wiwing Mohon Tunggu... -

pemerhati masalah sos-bud-pol

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Menunggu Hukuman Mati Gelombang II

5 Maret 2015   01:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:09 5
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari-hari belakangan ini kita diramaikan dan disibukkan dengan bermacam berita yang cukup menarik perhatian. Perseteruan antara KPK-POLRI atau antaraAHOK dan DPRD DKI yang seolah tak ada habisnya, mempertontonkan dengan gamblang antara sisi baik dan sisi buruk. Atau penjahat versus jagoan. Tentang siapa si buruk dan si penjahat atau siapa si baik dan sang jagoan terpulang pada mata hati masing-masing orang. Orang yang masih mempunyai hati nurani dan pikiran jernih akan dapat melihat siapa dan di posisi mana dia berada. Kita tunggu sampai dimana dan seperti apa akhir ketegangan ini. Kalau di film sih bisa ditebak siapa yang bakal menang. Nah kalau di dunia nyata seperti negeri klepto ini akhir babak masih jadi tanda tanya besar.

Satu lagi topik yang hangat diperbincangkan. Apalagi kalau bukan rencana eksekusi terpidana mati kasus narkoba dan kasus pembunuhan. Menjadi ramai karena 2 diantaranya adalah WNA dari Australia. Total ada 11 orang yang ditolak grasinya dan harus menghadapi regu tembak. Dari semuanya hanya 4 warga negara RI.Itupun 3 diantaranya kasus pembunuhan. Yang lain dari Perancis, Filipina, Nigeria, Spanyol, Brasil dan Ghana. Duniapun heboh. Sejumlah media asing terutama Australia dan AS mengulas dengan reaksinya masing-masing yang intinya menolak, mengecam dan menentang hukuman mati. Sekjen PBBpun tidak kalah garangnya. Terakhir gitaris Black Sabbath mencoba melunakkan hati presiden dengan mengirim surat pribadi. Mungkin sebagai penggemar musik rock dan metal presiden bisa luluh hatinya bila salah satu idolanya yang menghimbau.

Warga Negara Brasil sudah lebih dahulu merasakan panasnya timah panas eksekutor saat eksekusi gelombang I dilakukan Januari lalu. Pemerintah Brasil emosi dan memperlakukan pemerintah kita dengan cara yang tidak etis dengan tidak mau menerima surat penunjukan duta besar RI untuk Brasil padahal sudah hadir di istana kepresidenan. Sampai sekarang hubungan RI-Brasil masih panas. Eskalasinya mungkin akan meningkat lagi bila warganegaranya jadi dihukumpada gelombang II ini. Saat ini kedua negara tidak mempunyai dubes lagi karena dubes Brasil untuk RI sudah ditarik pulang selepas warga negaranya dieksekusi.

Sampai saat ini pemerintah tetap bergeming.Akankah presiden tergerak dan melunak setelah menerima gelombang permintaan dan himbauan dari seluruh dunia? Sejauh ini tidak tampak perubahan sikap pemerintah. Bahkan persiapan eksekusi makin matang.

Terlepas dari semua itu mari kita renungkan apa yang menjadi keberatan negara sahabat atas hukuman mati tersebut terutama reaksi Australia.

Hukuman mati biasanya dijatuhkan oleh hakim di Indonesia untuk menghukum seseorang yang melakukan kejahatan yang berkaitan dengan narkoba, terorisme, pembunuhan sadis ataupembunuhan berantai. Khusus untuk kejahatan narkoba hakim menilai korban yang diakibatkan oleh narkoba akan bersifat masif/masal tak ubahnya kejahatan terorisme. Selain itu narkoba akan  menghancurkan masa depan, membuat ketergantungan si korban dan bisa memicu kejahatan lainnya. Tercatat belasan atau puluhan orang setiap hari mati sia-sia akibat kecanduan narkoba.

Inilah yang seharusnya dilihat oleh negara lain akibat perbuatan warga negaranya terhadap masyarakat kita yang nota bene banyak diantaranya generasi yang masih produktif.

Tidak salah seorang kepala negara atau kepala pemerintahan membela dan memperjuangkan nasib warganya agar terhindar dari hukuman mati.

Namun ingatkah mereka pada kejadian bom Bali I tahun 2002 yang menewaskan lebih dari 200 orang yang lebih dari setengahnya adalah warga negara Australia. Saat itu pemerintah Australia diam dan setuju saja bahkan mengapresiasi keputusan pemerintah menghukum mati para terpidana bom Bali. Kenapa? Apakah karena si pelaku bukan warganegaranya? Atau apakah itu karena peristiwanya adalah terorisme dimana seluruh dunia sedang memeranginya?

Bagaimana dengan korban akibat narkoba? Jumlah korban jauh lebih banyak dan kalaupun masih hidup akan menyiksanya seumur hidup sampai akhirnya mati. Bukankah ini lebih sadis daripada kejahatan terorisme. Kenapa ada ambiguitas dalam hal ini? Padahal korban yang ribuan itu adalah rakyat dan warga Indonesia sementara si pelaku adalah warga negara asing.

Jadi silakan Mr. Abbott memperjuangkan baik lewat jalur diplomasi maupun jalur hukum lewat pengadilan, walaupun agak jengah juga lihat pengacara kita memperjuangkan nasib WN Australia mati-matian namunnasib yang lain terutama yang sesama WNI diabaikan. Kurang bergengsi mungkin. Hiks.

Satu halbisa menjadi pelajaran bagi negara lain maupun kita semua. Bukankah setiap kita naik pesawat selalu diingatkan oleh awak kabin bahwa narkoba sangat terlarang di Indonesia dan ancaman hukumannya sangat berat. Kalau perlu informasinya ditambah data bahwa sudah banyak yang dihukum mati akibat narkoba. Sekarang saatnya pula untuk lebih gencar mengingatkan warga negara masing-masing akan (lebih) tegasnya pemerintah RI sekarang. Presidensebenarnyahanya “ketiban pulung” saja karena sebenarnya kasus-kasusnya terjadi jauh sebelum dia menjabat. Ada yang sudah lebih dari 15 tahun mendekam di penjara tapi kasusnya digantung terus.

Hal lain yang menjadi perhatianku, kenapa presiden bisa setegas itu tapi menghadapi kasus di dalam negerinya sendiri tidak tampak kegarangannya sama sekali. Mungkin karena masih melihat-lihat mana yang sekubu mana yang bukan. Boleh saja, tapi sampai kapan. Menurutku janganlah selalu berlindung dibalik jargon “menghormati proses hukum dan tidak mau mencampurinya.” Atau jangan-jangan karena jeri melihat kekuatan besar yang harus dihadapi sementara tidak ada cukup kekuatan yang menopang. Jangan sampai RI kehilangan momentum sekali lagi.

Ehh, kok jadi melenceng dari topik. Mari menunggu pelaksanaan hukuman mati gelombang II dan dipastikan akan ada gelombang berikutnya. Satu “keuntungan” bagi para terpidana mati. Mereka sudah tahu kapan saatnya akan tiba. Dengan demikian bisa dipastikan mereka akan melakukan taubat sebenar-benar taubat. Maafkan kalau penggambaran ini terlalu berlebihan. Mudah-mudahan Allah mengampuni mereka semua atas segala kesalahan yang telah diperbuat. Dan bagi yang lain, gak usah coba-coba mengikuti jejak mereka. Cukup kasus-kasus mereka jadi pelajaran bagi kita.


Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun