Mohon tunggu...
Wina Ramadhani
Wina Ramadhani Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Writer

Bercita-cita untuk terus membaca.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Sheng Nu", Julukan dan Tekanan bagi Perempuan Lajang di China

30 Agustus 2021   16:24 Diperbarui: 31 Agustus 2021   07:17 805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menikah, agaknya bagi sebagian orang dianggap sebagai tahapan hidup. Tahap yang jika tidak dicapai, maka mungkin akan dianggap gagal. Sering kali menikah menjadi pembicaraan basa-basi di masyarakat. Di Indonesia, umumnya dijumpai di momen spesial atau hari besar.

"Calonnya mana?", "Kapan nikah", dan "Masih lajang aja, nih!" mungkin pernah didengar oleh sebagian perempuan muda. Atau bahkan, "Jangan pilih-pilih, loh. Nanti gak laku".

Basa-basi yang memang  sepertinya sangat basi. Ini biasanya menyinggung atau bahkan menyakiti hati sebagian kaum lajang.

Fenomena ini ternyata tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di China. Di sana, dikenal julukan sheng nu.

Apa Itu "Sheng Nu"? 

Sheng nu adalah julukan yang disematkan untuk perempuan-perempuan di China yang belum menikah. Kata sheng nu dalam bahasa Inggris berarti leftover women, atau jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, bisa menjadi "perempuaan sisaan".

Pemerintah China menggunakan kata sheng nu untuk merujuk pada perempuan umur 27 tahun yang belum menikah. Kata ini tidak hanya menghantui perempuan di umur 27, tetapi juga menghantui para perempuan lajang yang mendekati umur tersebut.

Sheng nu bersifat peyoratif (merendahkan), ia menggambarkan perempuan sebagai yang pemilih, egois, dan matre. Sedemikian intensifnya hingga kata sheng nu ini dimasukkan dalam daftar kosa kata resmi di China.

Kenapa Ada Julukan "Sheng Nu"? 

Maraknya pelabelan sheng nu pada perempuan lajang di China ini tentu saja berlatar belakang. Semua ini berawal dari aturan "punya anak satu" di China.

Pada tahun 1980, pemerintah China meresmikan kebijakan "punya satu anak" untuk menghentikan kelebihan populasi yang terjadi.

Namun, pada 2016, tampaknya China sudah mulai memberlakukan dan menyarankan agar setiap keluarga memiliki dua anak. Hal ini karena China justru telah mengalami pertambahan populasi manula dan diproyeksi akan mengalami penurunan angka tenaga kerja produktif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun