Babak Awal
Pada babak awal, sebagai penonton, Anda mungkin akan merasa bahwa tokoh Alisha ini jelas sebuah cukilan dari film "Alice in Wonderland". Ada beberapa kesamaan, pertama Alisha menggunakan nama yang mirip dengan Alice, tokoh utama di "Alice in Wonderland".
Kedua, pada film ini, Alice dan Alisha sama-sama berasal dari keluarga kaya raya, hidup di rumah mewah, dan berkecukupan. Kedua tokoh ini pun sama-sama bertualang. Jika Alice kehilangan ayahnya, Alisha kehilangan sang ibu saat ia masih kecil.
Terakhir, penonton juga dapat melihat bahwa Alisha tidak hanya ditemani bonekanya, tapi ada pula kelinci-kelinci dalam bentuk patung di rumahnya. Sama seperti tokoh Alice di "Alice in Wonderland".
Kesamaan-kesamaan ini tampaknya memang sengaja. Mouly Surya mengatakan bahwa ia memang terinspirasi oleh Alice in Wonderland untuk menghasilkan karyanya yang satu ini.
Selain itu, pada babak awal film ini, penonton juga mungkin akan merasa empati pada Alisha karena kesepian yang ia alami. Mulai dari ayahnya yang jarang pulang hingga cerita ibu Alisha yang bunuh diri di depan anaknya sendiri.
Keinginan Alisha untuk terlepas dari kekangan kekayaan orang tuanya juga terlihat melalui upayanya untuk mencari pekerjaan dan menolak pekerjaan atas kuasa sang ayah.
Isu Sosial dalam Film
Bisa dikatakan bahwa Mia alias Alisha, dalam film ini mengalami trauma. Ini dapat dilihat dari kehadiran sosok sang ibu dalam mimpinya. Ingatan akan ibunya yang mengakhiri hidup dengan menembakkan diri sendiri hadir beberapa kali di mimpi Alisha.
Perkataan sang ibu, "Semua kejadian ada tujuannya," selalu diulang-ulang oleh Alisha. Alisha tampak menanggung rasa kehilangan dan traumanya tanpa seorang pun bisa menjadi teman.
Selain isu psikologis, isu sosial juga sedikit diangkat dalam film. Ini datang dari berbagai kisah karangan Bari dalam naskah bukunya yang berjudul "Fiksi".