Zaken kabinet sesungguhnya merupakan sebuah keniscayaan dalam sebuah pemerintahan. Sebab jika menteri-menteri yang ada di kabinet tidak kompeten, tidak ahli, bagaimana bisa menjalankan tugasnya sebagai menteri dengan baik.
Jadi ketika presiden Republik Indonesia terpilih Prabowo Subianto menginginkan zaken kabinet dalam pemerintahnya, itu merupakan sesuatu hal yang memang seharusnya.
Masalahnya apakah hal itu akan terealisasi? Ya mungkin saja terealisasi, tapi tidak akan sepenuhnya terealisasi.
Mengapa demikian? Sebab pengaruh, keinginan, dorongan, atau kepentingan dari partai politik yang telah mengusung dan mendukung Prabowo Subianto di Pilpres 2024 lalu, yang tergabung dalam KIM (Koalisi Indonesia Maju) tidak akan bisa diabaikan begitu saja.
Bagi-bagi "kue kekuasaan" dan jatah menteri pun merupakan sesuatu yang tak akan terhindarkan. Prabowo Subianto pasti akan terjebak dalam suasana ewuh pakewuh.
Apalagi setelah beberapa partai politik yang asalnya merupakan "lawan" Prabowo di Pilpres 2024 lalu belakangan bergabung, sehingga muncul koalisi baru, yakni KIM Plus. Bergabungnya beberapa partai politik itu tentu karena mereka ingin kebagian "kue kekuasaan" atau jatah menteri.
Hal yang tidak mungkin jika partai politik yang belakangan bergabung ke dalam KIM hanya bergabung begitu saja tanpa ada deal-deal politik sebelumnya. Mereka bergabung tentu menginginkan sesuatu yang menguntungkan pihaknya. Eksplisitnya, mereka ingin kebagian "kue kekuasaan".
Akan tetapi dalam hal ini harus dipahami bahwa calon menteri yang diajukan oleh partai politik itu tidak semata-mata dan tidak selalu bersifat politis. Mereka bisa jadi benar-benar memiliki kompetensi atau keahlian dalam bidangnya.
Dalam hal ini tidak menutup kemungkinan sebuah partai politik mengajukan calon menteri bukan berasal dari kadernya, tapi berasal dari profesional. Sebaliknya bisa juga berasal dari kadernya tapi memang ia memiliki kompetensi dan keahlian dalam bidangnya.
Dalam partai politik itu banyak orang sebagai kader partai dengan beragam kompetensi dan keahlian. Seperti ahli hukum, ahli ekonomi, ahli pendidikan, dan lain-lain.