PDIP pun dipastikan tidak akan bisa mengusung cagub/cawagub di Pilkada Jakarta seorang diri. Sebab jumlah kursi PDIP tidak memenuhi syarat minimal 22 kursi.
Dengan begitu isu calon tunggal dan lawan kotak kosong pun jadi kenyataan. Sebab berarti hanya KIM Plus saja yang bisa mengusung cagub/cawagub di Pilkada Jakarta.
KIM Plus sudah hampir pasti akan mengusung Ridwan Kamil sebagai cagub di Pilkada Jakarta. Sedangkan cawagubnya belum ada kepastian. Beberapa nama masih dibicarakan.
Namun beredar inisial nama "S" santer disebut-sebut akan jadi cawagub mendampingi Ridwan Kamil. Inisial nama "S" ini banyak disebut sebagai Suswono, kader PKS dan mantan Menteri Pertanian di Era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Menurut Ketua Harian Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, KIM Plus telah sepakat mengusung sosok "S" dan akan diumumkan pada tanggal 19 Agustus 2024 nanti.
Seandainya skenario KIM Plus berjalan sebagaimana mereka skenariokan, jelas Pilkada Jakarta hanya akan diikuti oleh satu pasangan cagub/cawagub. Berarti lawannya adalah kotak kosong.
Hal tersebut merupakan sebuah hal yang baru terjadi di Pilkada Jakarta. Sebab sebelumnya belum pernah terjadi Pilkada Jakarta hanya diikuti oleh satu pasangan cagub/cawagub.
Secara aturan pasangan cagub/cawagub melawan kotak kosong memang tidak menyalahi, tidak masalah. Tapi hal itu menjadi sesuatu hal yang absurd. Sebab kata "memilih" itu berarti jika ada lebih dari satu pilihan. Kalau hanya satu, berarti bukan memilih.
Bukankah ada kotak kosong sebagai lawan pasangan cagub/cawagub? Iya, memang. Tapi hal yang absurd juga jika pemilih memilih kotak kosong.
Memangnya jika kotak kosong menang akan dilantik jadi gubernur Jakarta? Tentu tidak.
Dengan demikian, jika di sebuah pilkada hanya ada satu pasangan calon saja, lebih baik dibuat mekanisme atau aturan supaya langsung dilantik saja. Sebab kalau pun dilakukan pemilihan sebagaimana ketentuan, ya absurd dan berarti hanya hanya menghambur-hamburkan anggaran saja.