Saya pernah mengalami dan menyimak pemilu (pemilihan umum) di masa Orde Baru dan pemilu pasca reformasi tahun 1999. Saat itu sistem pemilu masih menggunakan Sistem Proporsional Tertutup.
Saya juga tentu saja mengalami dan menyimak pemilu pasca reformasi mulai Pemilu tahun 2004 sampai Pemilu tahun 2024 yang baru saja berlalu. Pada saat pemilu pasca reformasi tersebut sistem pemilu sudah berganti menjadi Sistem Proporsional Terbuka.
Pada pemilu dengan Sistem Proporsional Tertutup pemilih tidak memilih caleg (calon anggota legislatif), tapi memilih parpol (partai politik). Sedangkan pada pemilu dengan Sistem Proporsional Terbuka pemilih memilih caleg, tapi bisa juga memilih parpol.
Saya membandingkan output pemilu dengan dua sistem tersebut. Menilik outputnya, pemilu dengan Sistem Proporsional Terbuka bagi saya tidak lebih baik dari pemilu dengan Sistem Proporsional Tertutup.
Ouput yang saya maksud adalah anggota legislatif yang duduk di DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), mulai dari tingkat kabupaten sampai tingkat pusat (nasional). Artinya anggota legislatif terpilih dari hasil pemilu dengan Sistem Proporsional Terbuka bagi saya tidak lebih baik dari anggota legislatif terpilih hasil pemilu dengan Sistem Proporsional Tertutup.
Indikator sederhananya adalah masalah kualitas berpikir dan moral para anggota legislatif. Menurut saya kualitas berpikir anggota legislatif hasil pemilu dengan Sistem Proporsional Terbuka tidak lebih bagus dari anggota legislatif hasil pemilu dengan Sistem Proporsional Tertutup.
Sedangkan indikator moral adalah dengan lebih banyaknya kasus korupsi yang dilakukan oleh anggota legislatif legislatif hasil pemilu dengan Sistem Proporsional Terbuka. Mereka lebih sistematis dan masif dalam hal mencuri uang rakyat.
Lantas saya berpikir, kalau begitu mengapa pemilu harus menggunakan Sistem Proporsional Terbuka? Padahal sistem tersebut sangat merepotkan penyelenggara pemilu, terutama penyelenggara pemilu di lapisan paling bawah dan paling depan, yakni para anggota KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara).
Tidak hanya penyelenggara pemilu, pemilu dengan menggunakan Sistem Proporsional Terbuka juga sangat merepotkan rakyat sebagai pemilih. Mereka harus mencari satu nama caleg dari sekian ratus nama caleg.
Bagi pemilih yang sehat dan pemilih yang belum terlalu tua mungkin tak terlalu masalah. Tapi bagi pemilih yang sakit dan berusia cukup tua, yang penglihatannya sudah kurang normal misalnya, hal itu merupakan kesulitan tersendiri.