Selepas melaksanakan ibadah puasa wajib selama satu bulan di bulan Ramadan, umat Islam dianjurkan untuk melaksanakan ibadah puasa sunnah selama 6 hari di bulan Syawal. Di daerah Sunda, ibadah puasa sunnah selama 6 hari di bulan Syawal tersebut biasa disebut dengan istilah "Nyawalan".
Puasa 6 hari di bulan Syawal alias "Nyawalan" ini sifatnya "sukarela". Artinya mau berpuasa silahkan (lebih baik), tidak pun tak apa-apa.
Mau dikerjakan secara berturut-turut selama 6 hari boleh, tidak berturut-turut pun tak apa-apa. Pada prinsipnya puasa sunnah tersebut dilaksanakan selama 6 hari di bulan Syawal.
Apa keuntungan dari melaksanakan ibadah puasa selama 6 hari di bulan Syawal ini? Dalam salah satu hadits Nabi SAW disebutkan bahwa orang yang berpuasa di bulan Ramadan, kemudian diikuti dengan berpuasa selama 6 hari di bulan Syawal, maka orang tersebut seolah-olah berpuasa sepanjang tahun. Luar biasa.
Besarnya pahala "Nyawalan" bisa jadi membuat orang termotivasi untuk melaksanakannya. Tentu merupakan hal yang bagus.
Akan tetapi bagi mereka yang memiliki utang puasa di bulan Ramadan, sebaiknya tidak melaksanakan "Nyawalan" dulu. Tapi membayar utang puasa di bulan Ramadan terlebih dahulu.
Seperti orang yang sakit pada saat bulan Ramadan hingga ia tidak berpuasa selama 5 hari misalnya. Maka sebelum melaksanakan "Nyawalan", orang tersebut hendaknya berpuasa dulu selama 5 hari untuk membayar atau mengganti puasa wajib yang tidak ia laksanakan di bulan Ramadan. Setelah itu baru melaksanakan "Nyawalan".
Apalagi bagi kaum perempuan yang belum menoupase. Hampir dipastikan di bulan Ramadan puasanya ada yang bolong. Mungkin seminggu atau lebih.
Nah bagi para kaum perempuan, bayar dulu hutang puasa yang bolong karena menstruasi pada bulan Ramadan. Setelah itu baru melaksanakan "Nyawalan".
Mengapa puasa yang bolong di bulan Ramadan harus dibayar atau diganti dulu daripada "Nyawalan"? Sebab mengganti puasa yang bolong di bulan Ramadan hukumnya wajib. Mau tidak mau harus dilaksanakan.