Proses awal melaksanakan ibadah haji termasuk di dalamnya adalah cara atau upaya yang dilakukan orang yang melaksanakan ibadah haji untuk berangkat haji. Apakah dengan cara baik atau tidak. Apakah dengan cara curang atau tidak. Dan sebagainya.
Kalau keberangkatan haji sudah dimulai dari proses yang tidak baik, tidak jujur, manipulatif, dan sebagainya, bagaimana bisa ibadah haji yang dilaksanakan bisa menjadi mabrur. Misalnya ketika mendaftar dengan memalsukan dokumen, menyalip "daftar tunggu" secara ilegal, dan lain-lain.
Selain itu proses awal melaksanakan ibadah haji juga termasuk di dalamnya, apakah harta yang digunakan sebagai bekal melaksanakan ibadah haji merupakan harta yang baik, harta yang halal atau tidak. Kalau bekal yang digunakan untuk melaksanakan ibadah haji merupakan harta yang tidak baik, harta yang tidak halal, maka ibadah hajinya pun menjadi cacat.
Misalnya harta sebagai bekal melaksanakan ibadah haji hasil dari menipu orang lain, hasil dari riba, hasil dari korupsi, hasil dari mencuri, hasil dari judi, dan sebagainya. Hal itu bisa diibaratkan seperti mau membersihkan badan (mandi), tapi dengan menggunakan air yang kotor.
Maksudnya baik (membersihkan badan) tapi caranya tidak baik (menggunakan air yang kotor). Bagaimana bisa badan menjadi bersih. Begitupula dengan melaksanakan ibadah haji tapi bekal harta yang digunakan berasal dari sumber yang tidak halal.
Ada dua hadits Rasulullah Muhammad SAW yang secara eksplisit bicara tentang apa yang dimaksud dengan haji mabrur. Salah satu hadits yang dimaksud diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
Dalam hadits Imam Ahmad itu Rasulullah Muhammad SAW ditanya oleh para sahabat tentang haji mabrur. Rasulullah Muhammad SAW. menjawab bahwa haji mabrur adalah memberikan makanan dan menebarkan kedamaian.
Kemudian dalam hadits lain Rasulullah Muhammad SAW ditanya oleh para sahabat tentang haji mabrur. Rasulullah Muhammad SAW. menjawab bahwa haji mabrur adalah memberikan makanan dan santun dalam berkata.
Dalam dua hadits di atas, haji mabrur memiliki tiga ciri. Pertama, orang yang melaksanakan ibadah haji suka memberikan makanan. Kedua, orang yang melaksanakan ibadah haji suka menebar kedamaian. Ketiga, orang yang melaksanakan ibadah haji santun dalam berkata.
Ketiga ciri haji mabrur dalam hadits Rasulullah Muhammad SAW tersebut semua berdimensi sosial. Ada sikap peduli kepada orang lain, yakni dengan memberikan makanan. Artinya orang yang ibadah hajinya mabrur, kepekaan sosialnya tinggi.
Orang yang ibadah hajinya mabrur tidak akan membiarkan orang lain kelaparan atau dalam kesusahan. Ia tidak akan apatis. Ia akan senantiasa ada untuk membantu orang lain sesuai kemampuannya.