Secara etimologis, kata "dakwah" berasal dari bahasa Arab, yakni dari kata da'a. Kata da'a dalam bahasa Indonesia berarti mengajak, menyeru, atau memanggil.
Kata "dakwah" adalah bentuk isim masdar (isim ma'na yang mengandung makna perbuatan yang tidak memiliki masa, tempat, dan zat) dari kata da'a tadi (da'a-yad'u-da'watan). Kata "dakwah" mengandung arti ajakan, seruan, atau panggilan.
Dengan demikian dakwah merupakan sebuah aktivitas yang mengandung unsur ajakan, seruan, atau panggilan di dalamnya. Ajakan, seruan, atau panggilan yang dimaksudkan secara sederhana adalah ajakan, seruan, atau panggilan kepada jalan kebenaran/kebaikan berdasarkan ajaran agama (Islam). Â
Orang yang melakukan dakwah tidak boleh sembarangan. Ada etika yang harus dijalankan. Etika dakwah yang dimaksud seperti dijelaskan dalam QS. An-Nahl ayat 125.
Dalam ayat itu dijelaskan bahwa dakwah dilakukan dengan tiga cara. Pertama dengan hikmah. Artinya dakwah dilakukan dengan bijak dan tutur kata yang baik. Â
Kedua, dengan pengajaran yang baik. Artinya dakwah seyogianya mengajarkan sesuatu yang baik. Dakwah tidak boleh bersifat provokatif atau bersifat agitatif yang membuat suasana menjadi tidak kondusif. Â
Ketiga, dengan argumentasi yang lebih baik. Artinya dakwah harus memiliki landasan atau dasar yang kuat. Dakwah yang disampaikan tidak boleh ngasal, tidak berdasar, apalagi mengandung unsur hoaks. Â
Kalau pun harus berdebat dengan orang yang menjadi objek dakwah, seorang pendakwah harus memiliki argumentasi yang lebih baik atau argumentasi yang kuat. Hal itu bisa dilakukan hanya jika apa yang disampaikan benar-benar objektif dan berdasar.
Oleh karena itu jika ada orang yang melakukan dakwah tapi mengandung muatan provokatif atau agitatif, pada dasarnya bukan dakwah. Terlebih lagi jika mengandung unsur hate speech, hoaks, atau ejekan. Â
Dalam bahasa lain dakwah yang dilakukan harus menyejukkan dan membuat suasana menjadi lebih damai. Dakwah harus memberikan pencerahan dan bisa menambah wawasan. Â