Bagi sebagian orang, uang recehan seribu dua ribu rupiah mungkin "tidak berarti". Tapi sebaliknya, bagi sebagian yang lain uang recehan seribu dua ribu rupiah sangatlah berarti dan menjadi sumber utama penghasilan mereka.
Mereka yang sangat mengandalkan penghasilan dari uang recehan adalah sebagian pekerja informal seperti juru parkir, pengamen, ojek payung, kuli panggul, badut keliling, atau penjual jasa layanan lainnya. Tapi hal itu tentu saja bukan berarti mereka tidak butuh uang yang bukan recehan.
Para pekerja informal seperti di atas juga mungkin saja sebenarnya tidak mau mengais rezeki recehan. Kalau mereka disuruh memilih antara bekerja sebagai pekerja formal dan informal tentu akan memilih bekerja sebagai pekerja formal yang memiliki penghasilan pasti dan tetap. Â Â
Hanya saja banyak faktor yang menyebabkan mereka bekerja sebagai pekerja informal. Mungkin karena mereka tidak memiliki ijazah formal tertentu sebagai syarat bekerja sebagai pekerja formal. Bisa juga mereka kalah bersaing dengan yang lain di tengah lapangan kerja yang terbatas, atau karena hal lainnya.
Akhirnya nasib membawa mereka untuk bekerja sebagai pekerja informal. Walau pun mungkin asalnya terpaksa karena kebutuhan perut yang tidak bisa kompromi, tapi lambat laun mereka bisa "menikmati" pekerjaannya itu.
Oleh karena itu beruntunglah kita yang memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap. Mungkin tidak semua orang bisa berada di posisi kita seperti saat ini. Hal itu harus kita syukuri sebagai suatu anugerah dan sebagai suatu kebaikan dalam hidup kita.
Salah satu bentuk kesyukuran kita adalah dengan berbagi rezeki. Berbagi rezeki bisa dengan siapa saja, termasuk dengan para pekerja informal tadi. Kita tak akan menjadi miskin atau rugi dengan berbagi rezeki. Sebaliknya dengan berbagi, rezeki kita akan bertambah dan menjadi berkah.
Di sisi lain, uang recehan yang kita berikan kepada para pekerja informal itu membuat mereka sumringah. Mereka senang dan bergembira hanya dengan uang recehan  yang kita berikan.
Coba saja kita perhatikan seorang pengamen di dalam bis kota misalnya. Ketika pengamen itu menyodorkan topi atau kantong permen bekas ke hadapan para penumpang dan banyak penumpang yang mengisi topi atau kantong permen bekas itu dengan uang recehan, raut wajah pengamen itu terlihat ceria.
Pengamen itu merasa senang hanya dengan beberapa picis uang recehan. Padahal mungkin nominalnya tidak seberapa.