Setelah agak lama sepi dari pemberitaan, tiba-tiba nama mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) TNI Gatot Nurmantyo hari ini (07/03) ramai diperbincangkan. Namun munculnya pemberitaan mengenai sang jenderal kali ini tidak terkait sama sekali dengan kegiatan organisasinya KAMI (Koalisi Aksi Menyelematkan Indonesia) melainkan terkait hal lain yang paling aktual saat ini, yakni mengenai Partai Demokrat.
Sumber pemberitaan banyak media adalah video wawancara Gatot Nurmantyo dengan Bang Arif dari FNN (Forum News Network) yang diunggah oleh Gatot Nurmantyo melalui akun instagram @nurmantyo_gatot dan oleh kanal Youtube Bang Arief. Dalam wawancara itu Gatot Nurmantyo memang tidak secara khusus berbicara mengenai Partai Demokrat, tapi ada menyinggung partai itu sekira menit ke-12.
Pengakuan Gatot Nurmantyo dalam video wawancara itu cukup mengejutkan. Gatot mengaku pernah ada orang yang mengajak untuk melakukan kudeta terhadap Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Hal itu sebagai jalan untuk maju sebagai calon presiden.
Akan tetapi Gatot Nurmantyo tidak merespon ajakan orang yang datang itu. Sebab mantan Panglima TNI itu teringat akan jasa orang tua AHY, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang telah berjasa dalam perjalanan karier ketentaraannya. Gatot Nurmantyo mengaku tidak ingin mengkhianati orang yang telah berjasa kepada dirinya.
Mendengar pengakuan Gatot Nurmantyo seperti itu saya kemudian teringat dengan pengakuan beberapa kader Partai Demokrat anti-AHY yang intens ngopi-ngopi bareng mantan Panglima TNI lain yakni Jenderal (Purn) TNI Moeldoko, sebelum menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang, Sumatera Utara hari Jum'at siang (05/03).
Dalam pikiran saya, kalau Gatot Nurmantyo waktu itu bersedia atau menyanggupi apa yang direncanakan oleh "mereka yang datang", yang mengajak untuk melakukan kudeta terhadap AHY, mungkin Ketua Umum Partai Demokrat versi KLB Deli Serdang itu bukan Moeldoko melainkan Gatot Nurmantyo. Mungkin juga dua mantan Panglima TNI akan diduetkan menjadi Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat versi KLB kelompok anti-AHY.
Gatot Nurmantyo dan Moeldoko, keduanya sama-sama mantan jenderal TNI dan keduanya sama-sama mantan Panglima TNI. Namun keduanya memiliki sikap yang berbeda ketika ada orang yang  datang mengajak untuk ngopi-ngopi. Â
Gatot Nurmantyo tidak merespon ajakan itu, sementara Moeldoko terus melakukan komunikasi sambil ngopi-ngopi. Akhir dari kegiatan ngopi-ngopi itu adalah KLB yang telah mendudukkan Moeldoko sendiri sebagai ketua Umum Partai Demokrat versi kelompok anti-AHY. Â
Dalam hal ini saya tidak mau masuk ke area, apakah Gatot Nurmantyo lebih baik, lebih bermoral, lebih berintegritas, atau lebih setia kepada sumpah prajurit daripada Moeldoko atau tidak. Saya juga tidak mau menyebut KLB yang dilakukan oleh faksi di Partai Demokrat yang anti-AHY itu legal atau ilegal. Saya tidak punya kompetensi dan tidak punya kepentingan akan semua itu. Â
Saya hanya ingin mencoba memahami argumentasi para kader Partai Demokrat yang anti-AHY, yang bersikeras ingin agar Moeldoko menjadi Ketua Umum Partai Demokrat. Saya coba menggunakan logika mereka sendiri untuk memahaminya.
Pertama, para kader Partai Demokrat yang anti-AHY secara bertubi-tubi menyerang dengan menyebut SBY bukanlah pendiri Partai Demokrat dan tidak berkeringat. Kalau memang seperti itu, mengapa mereka baru bersuara saat ini. Mengapa mereka tidak menyampaikan hal itu ketika SBY begitu dielu-elukan oleh banyak kader Partai Demokrat sendiri? Â