Kabar adanya seorang anak perempuan kelas 1 sekolah dasar berusia 8 tahun yang meninggal akibat kekerasan yang dilakukan oleh orang tua kandungnya sendiri di Lebak, Banten, sungguh sebuah ironi. Bukankah orang tua seharusnya menjadi tempat yang aman, menjadi pelindung dan penjaga dari segala hal yang mengancam dan membahayakan diri si anak ? Ini malah justru orang tua menjadi ancaman dan bahaya bagi anak itu sendiri.
Seperti dilansir kompas.com (14/09), LH (26 tahun) seorang ibu rumah tangga tega membunuh anaknya karena mengaku kesal lantaran korban susah diajarkan saat belajar online. LH mengaku kepada penyidik, menganiaya korban hingga tewas.
LH merasa kesal kepada si  anak kemudian melakukan serentetan penganiayaan. Mulai dari mencubit, memukul dengan tangan kosong hingga menggunakan gagang sapu. Akibat dari  penganiayaan yang dilakukan LH tersebut, sang anak sempat tersungkur dan lemas.
Melihat anaknya tersungkur bukannya berhenti. LH malah kemudian memukul sang anak di kepala bagian belakang sebanyak tiga kali.
Dalam kondisi lemas dan sesak nafas sang anak kemudian dibawa ke luar untuk mencari udara segar. Harapannya bisa baikan, tapi kemudian sang anak meninggal dunia.
LH dan suaminya IS (27 Â tahun) kemudian membawa korban ke Banten sebagai upaya menghilangkan jejak. Secara diam-diam jenazah korban oleh LH dan IS dimakamkan di TPU Gunung Kendeng, Kecamatan Cijaku, Lebak, Banten. Korban dikuburkan oleh LH dan IS dengan pakaian lengkap.
Kejahatan LH dan IS akhirnya terbongkar karena kecurigaan warga. Warga curiga karena ada makam baru padahal tidak ada warga yang meninggal yang dimakamkan di TPU Gunung Kendeng dalam beberapa pekan terakhir. Setelah makam digali warga, ditemukan ada jenazah seorang anak dengan pakaian lengkap (bukan kain kapan).
Ternyata berdasarkan hasil penyelidikan pihak kepolisian, LH dan IS bukan sekali itu melakukan penganiyaan. Â LH dan IS sering sebelumnya sering melakukan penganiayaan terhadap anak kandung perempuannya itu.
Menyimak kronologi kejadian penganiayaan berujung pembunuhan yang dilakukan LH dan IS, jadi teringat kejadian tahun 1984 lalu yang cukup menghebohkan. Waktu itu ada seorang anak yang bernasib sama dengan anak LH dan IS, bernama Arie Hanggara. Arie Hanggara seorang anak kelas 1 sekolah dasar, sama kehilangan nyawa akibat penganiayaan yang dilakukan oleh orang tuanya.
Waktu itu kasus Arie Hanggara begitu menyedot perhatian publik dan memiliki gaung yang sangat besar. Sehingga pada tahun 1985 insan perfilman Indonesia mengangkat kejadian tersebut ke layar lebar, dengan judul "Arie Hanggara". Film tersebut sangat menyentuh dan menguras air mata.
Kasus penganiayaan berujung kematian yang dialami anak LH dan IS tak jauh berbeda dengan apa yang dialami oleh Arie Hanggara. Bedanya hanya masalah jenis kelamin saja. Anak LH dan IS seorang anak perempuan, sedangkan Arie Hanggara seorang anak laki-laki.