Kita flashback sebentar ke tahun 80 an sewaktu masih zaman Orde Baru. Pada tanggal 5 Mei 1980 sejumlah tokoh nasional dan aktivis berkumpul di Jakarta menandatangani dan menyampaikan petisi ungkapan keprihatinan terhadap beberapa pernyataan dan sikap presiden Soeharto tentang Pancasila dan kebijakan pemerintahannya. Petisi tersebut dikenal sebagai "Petisi 50".
Petisi tersebut disebut Petisi 50 karena tokoh-tokoh yang menandatangani petisi berjumlah 50 orang. Mereka, para tokoh penanda tangan petisi bukanlah tokoh sembarangan.
Petisi 50 ditandatangani oleh sejumlah tokoh yang berjasa besar terhadap negeri ini, yang terdiri dari mantan perdana menteri, mantan pejabat tinggi, senior TNI/Polri, cendekiawan, akademisi, pengusaha, tokoh agama, dan tokoh masyarakat.Â
Mereka antara lain M. Natsir dan Burhanudin Harahap (keduanya mantan Perdana Menteri), Syafrudin Prawiranegara (mantan Kepala Pemerintah Darurat Indonesia), dan Mr. Kasman Singodimedjo (mantan Menteri Muda Kehakiman dan Ketua KNIP).
Kemudian ada 9 (sembilan) orang jenderal, yaitu Jenderal A.H. Nasution, Jenderal Jasin, Jenderal Ahmad Yunus Mokoginta, Letjen Ali Sadikin, Marsekal Madya Sujitno Sukirno, dan Jenderal Hoegeng Imam Santoso (mantan Kapolri yang disebut Gus Dur sebagai polisi jujur).
Selain itu ada nama Maqdir Ismail (pengacara), AM. Fatwa (tokoh agama), SK Trimurti (wartawan), Judilherry Justam (tokoh Malari), Anwar Harjono (tokoh Masyumi), Darsjaf Rahman (Sastrawan), Chris Siney Keytimu (Pendiri KNPI), dan lain-lain. Tokoh Petisi 50 lain yang tidak disebut di sini bukan berarti tokoh yang tidak penting. Ini hanya masalah efektivitas ruang saja.
Para tokoh Petisi 50 menunjukkan sikap dan melakukan tindakan yang sangat beresiko waktu itu tentu bukan karena mereka tidak mendapat jatah jabatan di pemerintahan, bukan karena mereka sakit hati, bukan karena sebagian mereka sudah tua dan tidak punya aktivitas, atau bukan karena sikap nyinyir. Mereka melakukan itu sebagai bentuk lain pengabdian mereka terhadap rakyat, bangsa, dan negara.
Mereka, para tokoh Petisi 50 bukanlah pahlawan kesiangan atau orang-orang yang cari panggung, sebab mereka bukanlah para keroco. Jiwa patriot, jiwa pejuang, dan jiwa pengabdian mereka terhadap rakyat, bangsa, dan negara lah yang memanggil mereka sebagai respon terhadap pemerintahan Soeharto dengan Orde Barunya yang tidak on the right track.
Para tokoh Petisi 50 itu merasa kecewa terhadap presiden Soeharto, karena menurut mereka presiden Soeharto telah banyak menyimpang dari ketentuan dan semangat konstitusi. Mereka mengecam dan mengoreksi kebijakan ekonomi presiden Soeharto yang tidak adil. Mereka juga mengkritik keras penyalahgunaan kekuasaan sehingga KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) merajalela.
Apakah Petisi 50 merupakan gerakan anti pemerintah yang liar? Bagi presiden Soeharto dan pemerintahan Orde Barunya, serta para pendukung setia pasti akan mengatakan seperti itu. Padahal Petisi 50 merupakan gerakan konstitusional anak-anak bangsa untuk mengingatkan dan meluruskan kebijakan pemerintahan presiden Soeharto. Â Â
Presiden Soeharto sendiri mungkin tidak merasa bahwa kebijakan pemerintahannya banyak yang menyimpang atau keliru. Presiden Soeharto merasa bahwa semua kebijakan pemerintahannya baik-baik saja, tak ada yang keliru, dan oleh karena itu tak perlu ada pihak yang mengkritisi, mengoreksi, apalagi menyalahkannya.