Hari ini 31 Desember adalah hari terakhir di tahun 2019. Artinya kita akan segera meninggalkan tahun 2019 dan segera menyongsong Tahun Baru 2020. Selama tahun 2019 mungkin banyak hal yang mengesankan, tetapi mungkin ada juga hal yang mengesalkan. Itu hal biasa, sebagai dinamika kehidupan.
 Tahun 2019 bagi saya merupakan tahun yang mengesankan dan sekaligus mengesalkan. Satu hal yang saya ingat bahwa tahun 2019 adalah tahun politik, tahun diselenggaraknnya "pesta demokrasi", pileg dan pilpres. Walau pun bukan politisi, sebagai warga negara Indonesia tentu saja saya dan jutaan rakyat indonesia lainnya "terpaksa" harus terlibat dalam masalah politik tersebut. Sebagai warga negara dari sebuah negara demokrasi, kita dituntut untuk berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan "pesta demokrasi" seperti yang terjadi di tahun 2019.
Panasnya suhu politik menjelang penyelenggaraan "pesta demokrasi"  tahun 2019 memang sungguh terasa. Sehingga tidak heran jika kemudian ada terjadi clash, gesekan antar pihak yang berbeda kepentingan secara politik. Saling lempar isu, saling serang wacana, dan saling hantam kelemahan masing-masing adalah hal wajar dan  lumrah menjelang penyelenggaraan "pesta demokrasi" tersebut. Akan tetapi hal yang mengkhawatirkan waktu itu adalah adanya upaya memproduksi dan saling tebar kebencian, fitnah, dan hoax untuk saling melemahkan satu sama lain.
Panasnya suhu politik menjelang penyelenggaraan "pesta demokrasi"  tahun 2019 juga menyebabkan rakyat terjebak dan terbelah menjadi dua kelompok berbeda yang memakai nama menggunakan istilah absurd, yakni "Cebong" dan "Kampret". Keterbelahan rakyat dengan adanya "Cebong" dan "Kampret" ini sugguh kasat mata dan bersifat masif. Rakyat seolah harus berada di salah satu kelompok itu. Kalau tidak "Cebong" ya "Kampret" atau sebaliknya, kalau tidak "Kampret" ya "Cebong". Untungnya saat ini kedua nama kelompok itu sudah tidak populer dan sudah jarang digunakan. Perseteruan antara "Cebong" dan "Kampret" pun  berakhir.
Menjelang penyelenggaraan "pesta demokrasi" tahun 2019 rakyat telah menerima banyak janji manis yang diucapkan oleh para politisi. Semua demi dan atas nama rakyat. Bagi pihak yang kalah dalam"pesta demokrasi", janji manis yang telah diucapkan itu bukan suatu masalah karena tidak dalam posisi berkuasa. Akan tetapi bagi pihak yang menang, janji yang pernah diucapkan itu sebuah utang yang harus dibayar lunas. Tidak boleh diabaikan begitu saja.
Tahun 2020 merupakan saat yang tepat bagi pemerintah sebagai pemenang dalam "pesta demokrasi" tahun 2019, untuk mewujudkan dan merealisasikan semua janji manis yang telah diucapkan. Rakyat tentu memiliki catatan dan penilaian terhadap pemerintah  terkait janji-janji yang telah diucapkan itu.
Menyongsong Tahun baru 2020 adalah menyongsong asa baru. Semoga pemerintah  memiliki kemauan dan kemampuan untuk bisa mewujudkan kehidupan yang lebih baik bagi rakyatnya. Sebab rakyat tidak perlu janji tapi perlu bukti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H