Mohon tunggu...
Wiwin Widayanti
Wiwin Widayanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Prodi Pendidikan Sosiologi di Universitas Negeri Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Paradigma Sosiologi dalam Perspektif George Ritzer - Ada 3 Paradigma Sosiologi

7 September 2022   00:16 Diperbarui: 7 September 2022   00:18 1406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam buku berjudul 'The Structure of Scientific Revolution' (1962), Thomas Samuel Kuhn memperkenalkan suatu istilah yang disebut paradigma. Istilah tersebut kemudian dipopulerkan oleh Robert Friedrichs dalam karyanya yang berjudul 'Sociology of Sociology' (1970).

Paradigma didefinisikan sebagai mode of thought atau mode of knowing yang spesifik. Secara sederhana, paradigma adalah cara pandang dalam melihat suatu persoalan. Seorang ahli dapat memiliki paradigma yang berbeda terhadap satu persoalan yang menghasilkan sebuah pengetahuan. Perbedaan pemikiran para ilmuan inilah menyebabkan adanya beragam paradigma. Setiap aliran filsafat mempunyai cara pandang dan hakikatnya sendiri.

Keragaman paradigma yang terjadi merujuk pada ilmu pengetahuan yang semakin kaya. Perkembangan ilmu pengetahuan tidak berjalan linear melainkan diperlukan adanya dinamika ilmu pengetahuan, dipengaruhi oleh berbagai paradigma pengetahuan dengan berbagai perspektif yang ada. Ilmu pengetahuan harus terus berkembang seiring dengan berkembangnya peradaban manusia.

George Ritzer adalah seorang teoritisi sosiologi yang telah mengasilkan berbagai karya tulis mengenai sosiologi. Dalam salah satu karya Ritzer yang berjudul 'Sociology: A Multiple Paradigm Science' (1992) ia menuliskan bahwa ada tiga paradigma sosiologi sebagai ilmu sosial. Ritzer juga menegaskan bahwa Sosiologi bukanlah ilmu yang berpandang hanya pada satu persoalan, menurutnya Sosiologi merupakan Ilmu yang memiliki multiple paradigms. 

Tiga paradigma yang telah disebutkan sebelumnya, diantaranya:

Paradigma fakta sosial memiliki cara pandang yang meletakkan fakta sosial sebagai suatu yang nyata ada di luar individu atau subjek. Paradigma ini bersumber pada pemikiran Emile Durkheim yang dilandaskan pada karyanya 'The Rules of Sociology Method' (1895) dan 'Suicide' (1897). Fakta sosial ditempatkan oleh Durkheim sebagai kajian sosiologi yang dikaji berdasarkan kajian lapangan (Field Researc) bukan hanya dengan penalaran. 

Dalam garis besar paradigma ini terbagi menjadi dua, yaitu struktur sosial dan institusi sosial. Struktur sosial dapat dicontohkan dengan kelas, kasta dan strata sosial. Institusi Sosial melingkupi nilai, norma, peran dan posisi sosial.

Pemikiran Durkheim tentang Fungsional Struktural juga dikategorikan oleh Ritzer kedalam paradigma ini. Teori lainnya yaitu teori konflik, konflik lahir berdasarkan ketidak seimbangan dari fungsionalisme struktural yang menyebabkan terjadinya konflik di masyarakat. Sosiolog yang mengemukakan teori konflik adalah Karl Marx.

Paradigma ini menekankan cara pandang bahwa realitas sosial bersifat subjektif. Struktur sosial dan institusi sosial dibentuk oleh interaksi individu yang menjadi satu kesatuan sehingga terbentuknya tindakan manusia yang memiliki arti dan makna. Berdasarkan paradigma ini, tindakan manusia (individu) berusaha untuk dipahami dan diinterpretasikan secara subjektif.

Pemikiran Weber mengenai Teori Aksi (Tindakan) masuk kedalam kategori paradigma ini. Tindakan terjadi karena adanya interaksi sosial antar individu, tidak bisa dikatakan sebagai tindakan sosial jika tidak ada motif yang mendarasi tindakan tersebut. Semakin rasional sebuah tindakan maka akan semakin mudah untuk dipahami oleh individu lain. Dalam pemikirannya, Weber membagi Tindakan rasional menjadi 4:

  • Tindakan Rasional Instrumental [berdasarkan harapan individu yang memiliki tujuan]
  • Tindakan Rasional Orientasi Nilai [berdasarkan pada nilai dan norma]
  • Tindakan Afektif [berdasarkan kejiwaan dan emosional]
  • Tindakan Tradisional [berdasarkan tradisi budaya turun-temurun]

Teori Interaksionisme Simbolik (Weber) sebagai hubungan simbol dan interaksi yang terjadi antar individu juga masuk dalam paradigma Definisi Sosial. Dalam berinterkasi setiap individu menggunakan simbol-simbol yang memiliki makna tertentu, setiap individu dapat menentukan aksi yang dilakukan setelah menafsirkan simbol yang diterima. Penafsiran silmbol pada tiap individu dapat memiliki arti yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuan analisis dan interpretasi individu tersebut.

Paradigma perilaku sosial mengacu pada karya psikolog Burrhus Frederic Skinner yaitu 'Beyond Freedom and Dignity' (1971). Paradigma ini memusatkan cara pandang pada hubungan individu dengan lingkungan sekitarnya. Dinyatakan bahwa objek kajian sosiologi yang nyata dan empiris adalah perilaku manusia (individu) yang tampak dan membentuk Realitas Sosial. Bentuk realitas sosial adalah tingkah laku indivudu yang brinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. 

Teori yang dikategorikan dalam paradigma ini diantaranya; Teori beprilaku atau Behavioral Sociology dengan asumsi reinforcement dan proposisi reward and punishment dan Teori Pertukaran Sosial (Social Exchange) dengan asumsi selalu adanya take and give ketika berinterkasi dalam dunia sosial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun