Mohon tunggu...
Wiwik Winarsih
Wiwik Winarsih Mohon Tunggu... Konsultan - Hati yang gembira adalah obat

Pekerja Lepas

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Belajar dari Kisruh Taman Ismail Marzuki, Siapa yang harus Didengarkan Pemerintah?

3 Desember 2019   19:14 Diperbarui: 5 Desember 2019   08:32 701
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: students4bestevidence.net

Saya sedang menonton dialog di berita pagi Kompas TV, temanya adalah revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM). 

Mendengarkan pertentangan para narasumber saya jadi berpikir siapa sih yang seharusnya didengarkan pemerintah? 

Yang hadir di dialog itu adalah pihak dari Pemda DKI, karena yang akan melakukan revitalisasi adalah Pemda DKI, kali ini diwakili oleh perusahaan daerah yang akan membangun di TIM, seorang budayawan dan seorang sejarawan. 

Intinya Sang Budayawan menentang revitalisasi TIM karena konsep yang ditawarkan berubah-ubah dari membangun wisma dan kemudian membangun hotel. Mereka juga menilai pihak pemerintah sama sekali tidak memahami makna revitalisasi TIM dan arti membangun budaya. 

Pihak Pemda DKI merasa sudah melakukan langkah yang tepat karena sebelumnya sudah meminta pendapat dari para budayawan. Tetapi sang budayawan (saya menyimpulkan sang budayawan mempunyai 300 kolega yang setuju dengannya) mengatakan tidak setuju dengan apa yang akan dan sedang dilakukan oleh Pemda DKI. 

Nah... jadi selama ini Pemda DKI berdialog dengan siapa sampai akhirnya alat-alat berat itu bisa datang ke TIM dan membangun sesuatu? Jadi siapa yang seharusnya didengarkan oleh pemerintah?  Siapa yang harus dimintai pendapat?

Kejadian yang sulit dilupakan menyangkut perbedaan pendapat adalah demo besar menentang perubahan UU KPK. 

DPR ngotot akan mengesahkan rancangan UU KPK karena katanya RUU ini sudah dimulai sejak beberapa tahun lalu dan sudah melalui proses pen jaringan pendapat dan sosialisasi awal ke berbagai pihak sehingga merasa sudah cukup mendapat masukan dari perwakilan suara rakyat. 

Para pedemo, dan juga para tokoh merasa tidak pernah diikutkan dalam diskusi awal atau pun sosialisasi bahkan wujud RUU itupun belum pernah ada yang tahu. 

Ini dua hal yang sangat bertentangan, DPR merasa sudah cukup mendengarkan aspirasi masyarakat sementara yang sering terdengar adalah tidak ada yang tahu RUU KPK saat itu akan seperti apa karena banyak yang belum melihat draf resminya apalagi mempelajarinya. 

Jadi selama ini DPR sudah mendengarkan siapa? Akhirnya sampai dengan saat ini walaupun UU KPK yang baru telah disahkan tetapi terus menjadi polemik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun