Mohon tunggu...
Wiwik TriErnawati
Wiwik TriErnawati Mohon Tunggu... Guru - Pemerhati masalah sosial

Penggerak Literasi

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Analisis Sosiologis Kasus Pembunuhan Nia Kurnia Sari (Gadis Penjual Gorengan): Potret Kerentanan Perempuan dan Pentingnya Kesadaran Kolektif

18 September 2024   08:51 Diperbarui: 18 September 2024   08:56 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kejahatan brutal yang menimpa Nia Kurnia Sari, seorang gadis penjual gorengan  di Padang Pariaman Padang Pariaman Sumatera Barat, adalah tragedi yang mengguncang banyak pihak dan menyentuh hati nurani masyarakat. Kasus ini tidak hanya mencerminkan tindakan kriminal yang mengerikan, tetapi juga mengungkapkan masalah sosial yang lebih dalam di masyarakat kita dan  menggugah kesadaran kita tentang betapa rentannya perempuan, bahkan mereka yang memiliki kemampuan bela diri.

Kasus ini memperlihatkan bahwa pelatihan fisik tidak selalu menjadi perlindungan yang cukup bagi perempuan dalam menghadapi ancaman kekerasan. Dari perspektif sosiologis, tragedi ini mengungkap sejumlah isu sosial yang lebih dalam, seperti kekerasan berbasis gender, degradasi moral, ketidakadilan sosial, dan lemahnya penegakan hukum. 

Ini juga menjadi panggilan bagi masyarakat untuk lebih sadar bahwa perempuan, meskipun memiliki kemampuan bela diri, tetap berada dalam risiko besar terhadap kekerasan. Dari perspektif sosiologis, peristiwa tersebut menunjukkan bagaimana berbagai faktor sosial, ekonomi, dan budaya berperan dalam memicu tindak kekerasan yang kejam ini.

1. Kerentanan Perempuan dalam Masyarakat Patriarkal

Meskipun Nia Kurnia Sari memiliki kemampuan bela diri dari pelatihan pencak silat, ia tetap menjadi korban kekerasan yang kejam. Hal ini menunjukkan bahwa kekerasan terhadap perempuan tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga sistemik dan struktural. Dalam masyarakat patriarkal, perempuan sering kali ditempatkan dalam posisi subordinasi yang membuat mereka rentan terhadap kekerasan, baik dalam ruang publik maupun privat.

Patriarki dan Subordinasi Gender: Dalam masyarakat dengan nilai-nilai patriarkal yang kuat, laki-laki sering kali diberi hak istimewa untuk mendominasi perempuan. Pemikiran bahwa laki-laki memiliki kontrol lebih besar atas tubuh dan kehidupan perempuan menciptakan norma sosial yang menganggap kekerasan terhadap perempuan sebagai tindakan yang dapat diterima dalam kondisi tertentu. Meskipun pencak silat adalah simbol kekuatan fisik, perempuan yang menguasai bela diri tetap berisiko karena kekerasan sering kali terjadi dalam situasi di mana pelaku menggunakan ancaman psikologis atau kekuasaan yang lebih besar secara fisik dan struktural.

2. Kekerasan Seksual sebagai Alat Kontrol dan Dominasi

Kekerasan seksual sering kali digunakan sebagai cara untuk menegaskan dominasi laki-laki atas perempuan. Kasus Nia Kurnia Sari adalah contoh bagaimana kekerasan seksual tidak hanya dimotivasi oleh hasrat fisik, tetapi juga keinginan untuk mengendalikan, merendahkan, dan menghancurkan martabat perempuan. Kekerasan ini bukan hanya masalah individu pelaku, tetapi juga mencerminkan norma sosial yang lebih besar tentang ketimpangan gender.

Kekerasan sebagai Simbol Kekuasaan: Kekerasan seksual sering kali dilihat sebagai tindakan yang menunjukkan kekuasaan atas korban. Pelaku pemerkosaan tidak hanya berusaha melukai secara fisik, tetapi juga ingin mempermalukan, merendahkan, dan menghilangkan rasa aman dari perempuan. 

Meskipun Nia memiliki keterampilan bela diri, kekuatan sistemis yang berada di balik tindak kekerasan ini jauh lebih besar dan kompleks. Pelaku mungkin merasa berhak atas tubuh korban atau memanfaatkan kesempatan di mana korban tidak dapat membela diri secara optimal karena faktor lain, seperti ancaman dengan senjata atau serangan secara mendadak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun