Mohon tunggu...
Wiwik TriErnawati
Wiwik TriErnawati Mohon Tunggu... Guru - Pemerhati masalah sosial

Penggerak Literasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Fenomena Cancel Culture pada Raffi Ahmad, Dampak Politik dan Unfollow Massal di Media Sosial

28 Agustus 2024   09:41 Diperbarui: 28 Agustus 2024   09:41 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Situs Resmi Kemenpora

Dalam beberapa tahun terakhir, istilah "Cancel Culture" telah menjadi sangat populer di Indonesia dan dunia. Cancel Culture merujuk pada fenomena di mana seseorang---biasanya figur publik---dihukum secara sosial karena melakukan tindakan atau ucapan yang dianggap tidak pantas oleh publik. 

Sanksinya sering kali berupa boikot, kritik masif di media sosial, hingga pemutusan hubungan kerja atau kontrak dengan pihak-pihak yang terlibat. Salah satu kasus yang pernah mengemuka di Indonesia adalah Raffi Ahmad, salah satu selebriti papan atas yang terkena dampak dari budaya "cancel" ini.

Cancel Culture di Indonesia, seperti halnya di banyak negara lain, terutama didorong oleh kekuatan media sosial. Figur publik yang berada dalam sorotan sering kali menjadi target utama karena tindakan atau perkataan mereka dapat dengan cepat dinilai oleh masyarakat luas. Fenomena ini memiliki aspek positif dan negatif. 

Di satu sisi, Cancel Culture dianggap sebagai bentuk tanggung jawab sosial kolektif, di mana masyarakat dapat menuntut akuntabilitas dari figur publik yang melakukan kesalahan. Di sisi lain, Cancel Culture juga bisa menjadi tidak adil dan kejam, karena orang yang bersangkutan mungkin tidak memiliki kesempatan untuk memperbaiki kesalahan mereka sebelum diadili oleh opini publik.

Pada awal tahun 2021, Raffi Ahmad terlibat dalam kontroversi setelah menghadiri sebuah pesta tanpa mematuhi protokol kesehatan, tepat setelah dirinya menerima vaksin COVID-19. 

Insiden ini memicu reaksi keras dari publik, terutama karena Raffi dianggap sebagai figur publik yang seharusnya memberikan contoh yang baik dalam mematuhi aturan selama pandemi. Setelah foto dirinya di pesta tersebut tersebar di media sosial, banyak netizen yang menyerangnya dengan kritik tajam, bahkan hingga mengajak untuk memboikotnya dari dunia hiburan.

Meskipun Raffi Ahmad dengan cepat memberikan permintaan maaf secara terbuka dan menjelaskan duduk perkaranya, tekanan dari masyarakat tidak langsung mereda. Beberapa netizen menyuarakan ajakan untuk memboikot acara-acara yang dipandunya. Situasi ini menggambarkan dengan jelas bagaimana Cancel Culture bekerja di era digital saat ini: sebuah tindakan yang viral bisa memicu reaksi sosial secara cepat dan luas.

Pada tahun 2024, Cancel Culture kembali menjadi sorotan di Indonesia setelah Raffi Ahmad, salah satu selebriti papan atas, terlibat dalam kontroversi terkait sikap politiknya yang pro terhadap pemerintah saat ini. Sebagai salah satu figur publik dengan jumlah pengikut media sosial yang sangat besar, keputusan Raffi untuk secara terbuka mendukung kebijakan pemerintah memicu gelombang reaksi dari berbagai kalangan, termasuk penggemarnya.

Followers Raffi Ahmad  di dunia nomor 55 terbanyak di Asia Tenggara, dari 70 juta followers, banyak yang mengunfollow. Fenomena ini tidak hanya mempengaruhi citra Raffi secara keseluruhan, tetapi juga berujung pada unfollow massal di media sosial.

Sikap Politik dan Efek Unfollow Massal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun