Mohon tunggu...
wiwik kurniaty
wiwik kurniaty Mohon Tunggu... Administrasi - mahasiswa

mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Lupakan Pemilu, Teladani Sikap Nabi Muhammad

30 Maret 2024   08:23 Diperbarui: 30 Maret 2024   08:27 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita sudah melalui tahapan penring Indonesia sebagai negara demokrasi, yaitu dengan berlalunya Pemilihan Presiden dan pemilihan Legislatif. Dan pemenangnya sudah diumumkan secara resmi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Namun  calon lainnya memang memasukkan masalah kecurangan pemilu ke Mahkamah Konstitusi, dan secara sah MK memrosesnya.

Mungkin di kalangan elit atau dalam hal ini politikus dapat menerima tahapan ini secara legowo, mereka bisa menunjukkan rekonsiliasi politik secara baik dan memprosesnya sebagai produk hukum.  Namun di akar rumput, residu karena kontestasi politik itu masih terasa kental. Apalagi di media sosial, masih ada saja pihak-pihak yang mempertajam perbedaan pilihan politik, sehingga polaisasi masih ada sampai sekarang. Karena itu sebagian besar rakyat belum mampu untuk melakukan rekonsiliasi atau berrtoleransi menerima pilihan mayoritas rakyat yang mungkin berbeda dengan pilihannya.

Bagi umat muslim, membincangkan isu toleransi dan rekonsiliasi sebenarnya tidak terlalu asing. Nabi Muhammad sebenarnya telah memberi contoh bgaimana rekonsiliasi bisa berjalan dengan baik dan bisa mencakup semua pihak yaitu pada peristiwa Fathu Makkah atau lebih dikenal dengan penahlukan kota Makkah.

Fathu Makkah sebenarnya adalah rekonsiliasi terbesar dalam Sejarah bangsa-bangsa, bahkan pada masa kini. Karena saat itu, Nabi Muhammad membawa 10 ribu pasukan untuk menahlukkan Makkah. Jumlah yang sangat besar itu membuat suku Quraisy mengalami ketakutan yang luar biasa.

Namun apa yang terjadi ?

Nabi Muhammad tidak menyerang sebagian besar dari penduduk Makkah. Beliau malah melindunginya. Ketika pasukan berhasil memasuki Mekkah, Rasulullah pun berseru bahwa siapa yang berlindung di masjid, atau di rumah Abu Sufyan (tokoh penting Qurais-Mekkah), atau di rumah sendiri, maka akan dilindungi. Sehingga sebagian besar dari pendudukak Makkah tidak mengalami apa yang mereka bayangkan sebelumnya.

Sejarawan Islam menganalisa peristiwa tersebut dan menyebut setidaknya ada tiga alasan kenapa Nabi Muhammad tidak menyerang penduduk Makkah yang jelas-jelas pernah berbuat jahat kepada beliau. Alasan pertama adalah Nabi Muhammad berasal dari Makkah, sehingga banyak sanak saudaranya yang tinggal di Makkah. Kedua penahlukan itu terjadi pada bulan Ramadan sehingga beliau menghormatinya. Ketiga karena sikap welas asih yang dimiliki oleh Nabi sehingga beliau tidak melakukan penyerangan kepada  warga Makkah. Islam kemudian berkembang dengan sangat pesat di Makkah sampai sekarang.

Dari Sejarah Islam ini, kita bisa belajar untuk menahlukkan diri sendiri dari angkara murka  atau sifat yang kurang baik dalam melihat perbedaan (termasuk perbedaan politik) . Kita patut belajar untuk menekan perasaan dan meneladani sifat welas asih yang diperlihatkan oleh Nabi Muhammad.

Dengan demikian residu karena kontestasi politik, bis akita sudahi dan kehidupan kembali normal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun