Mohon tunggu...
wiwik kurniaty
wiwik kurniaty Mohon Tunggu... Administrasi - mahasiswa

mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Jangan Salah Arah dalam Berdemokrasi

19 Januari 2024   00:03 Diperbarui: 19 Januari 2024   00:05 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita telah melampaui debat capres beberapa kali. Banyak warga dengan sengaja mengikuti debat capres itu karena sangat ingin tahu misi yang dibawa oleh mereka ke depan. Meski beberapa wajah sudah dikenal, tapi ada juga sosok yang harus lebih dikenal meskisudah terkenal.

Banyak masyarakat Indonesia mengikuti perkembangan debat capres sebagai keingintahuan bagaimana ide pokok calon yang masyarakat unggulkan. Tentunya pro dan kontra tidak terbendung di ranah media sosial.

Berbagai platform media sosial ramai membahas seputar Capres andalannya. Tak jarang kita menemukan komentar-komentar pedas yang berkonotasi negatif atau menghina capres lawannya yang berpotensi melabrak UU ITE. Alasan kebebasan berpendapat dan demokrasi selalu menjadi tameng untuk berlindung.

Padahal selama satu dekade ini demokrasi berjalan dengan tergesa-gesa alias kadang terlalu bebas. Seseorang dengan terlalu bebas bisa memojokkan bahkan menghina pihak lain. Sehingga kita terkesan salah arah. Di sisi lain ada pihak yang mengatakan bahwa demokrasi kita belum maksimal; ini adalah satu penilaian yang harus dikoreksi.

Pemilu sebagai pesta demokrasi sejatinya adalah tidak hanya persoalan suksesi kepemimpinan, tetapi proses pendidikan politik bagi masyarakat. Demokrasi harus dijalankan dengan nilai etika dan berkeadaban dengan memperkuat pendidikan politik bagi masyarakat. Jika tidak, demokrasi akan menjadi alat berlindung dari ucapan, sikap dan tindakan yang bisa memecah belah persatuan.

Pesta demokrasi harus dijalankan sesuai prinsip demokrasi, etika demokrasi dan pendidikan politik bagi masyarakat. Pesta demokrasi bukan kontestasi yang dapat memecah belah persatuan. Kerentanan demokrasi yang dapat menimbulkan konflik sosial akan menjadi amunisi bagi kelompok yang kerap mengharamkan dan menolak sistem demokrasi. Kelompok radikal akan mengambil celah di ladang subur penuh kebencian, konflik dan pertentangan di tengah masyarakat.

Karena itulah, elite politik, tokoh negarawan, ulama dan masyarakat harus menjaga dan mengawal proses kontestasi politik melalui Pemilu sebagai bagian dari implementasi demokrasi yang berkualitas, bermartabat, dan berkeadaban. Waspada setiap narasi yang memecah belah kelompok radikal yang mencari keuntungan di balik chaos dan konflik akibat kontestasi politik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun