Kita tahu bersama beberapa waktu lalu, Ustaz Abdul Somad ditolak untuk masuk ke Singapura. Alasannya, Ustaz tersebut dikhawatirkan akan membawa pengaruh buruk bagi Singapura yang multi etnis. Kemendagri di sana tegas mengatakan bahwa mereka tidak bisa membiarkan Ustaz itu menggalang warga local Singapura untuk mengikuti pengaruhnya.
Langkah ini diambil Singapura berdasar jejak-jejak media sosial yang menunjukkan bahwa Ustaz itu banyak menyebarkan faham intoleransi dalam banyak ceramahnya. Malah mereka menemukan narasi bawa Ustadz tersebut menyetujui Tindakan bom bunuh diri dalam konteks perang Israel Palestina. Secara hukum, setiap negara punya hak untuk melarang atau membolehkan seseorang atau sekelompok orang masuk ke negara mereka. Kita harus menghargai keputusan itu.
Ada hal penting yang bisa kita petik dari pelarangan Ustaz Abdul Somad yang dilarang ke Singapura itu. Bahwa persoalan radikalisme, intoleransi dan terorisme adalah persoalan seius bagi banyak negara termasuk yang ada di wilayah Asia Tenggara. Di wilayah ini ada beberapa kantung-kantung terorisme yang memang harus diperhatikan oleh pemangku kepentingan di wilayah itu.
Kita bisa sebutkan di sini adalah Filipina, Indonesia dan Malaysia. Ketiga negara itu bahkan punya jalur khusus para simpatisan faham radikal untuk ke Afganistan dan Pakistan. Di masa lalu, Afganistan dan Filpina adalah daerah "perjuangan kaum radikal" Orang-orang seperti Hambali dan beberapa orang pelaku bom Bali 1 paham jalur ini.
Apa yang diungkapkan oleh Ustadz Somad soal bom bunuh diri  tidak bisa dianggap remeh karena itu bisa menjadi inspirasi dan pengetahuan  baru bagi kaum simpatisan ustadz itu. Singapura yang secara kompleksitas etnis lebih kecil dibanding Indonesia, melarang karena sebelumnya mereka menangkap seorang remaja yang akan melakukan tindakan bom karena terinspirasi ceramah Ustadz Somad di media sosial. Secara official mereka harus melindungi warga negara mereka dari segala ancaman keamanan.
Tulisan ini bukan untuk mempertajam siapa yang salah, tetapi untuk menunjukkan bahwa masyarakat global amat memperhatikan ancaman terorisme/ radikalisme dan intoleransi serta upaya untuk mencegahnya. Ancaman menjadi lebih serius karena seorang ustadz atau ulama dipandang bisa menjadi inspirasi bagi tindakan radikal.
Karena itu, sebagai umat kita memang harus waspada terhadap hal-hal seperti ini. Kewaspadaan Singapura bisa kita contoh, dan ingat semua agama pada dasarnya mengajarkan kedamaian dan kerukunan dengan sekitar bukan untuk mempertajam (perbedaan) dan memusuhinya.
88
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H