Mohon tunggu...
Wiwik Agustina
Wiwik Agustina Mohon Tunggu... Lainnya - Writer and Long Life Learner

Concern about Self Development and Poverty. Welcome to My Universe! From science to digital marketer. I believe that humans do what they think, and think what they believe, let's start changing our thoughts through sentences.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cara Keluar dari Kemiskinan: Tetapkan Tujuan dan Jadi Pemimpin untuk Diri Sendiri

9 Desember 2024   16:50 Diperbarui: 9 Desember 2024   17:11 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kemiskinan (Sumber: Freepik)

Cara keluar dari kemiskinan merupakan topik yang sering dibahas dan banyak dicari. Berbicara kemiskinan bukan sekadar membahas uang, tetapi juga tentang pola pikir dan tindakan. Kita sudah sering melihat fenomena bahwa 'miskin' itu berasal dari pikiran.

Misalnya, kampung di Tuban yang sempat viral karena menjadi kampung miliarder dadakan, setahun kemudian ramai dibicarakan karena melakukan demo di depan kantor Pertamina karena menyesal telah menjual tanah setelah uang habis terpakai.

Berdasarkan salah satu keterangan pendemo, beliau mendapatkan ganti untung 2,5 miliar untuk tanah 2 hektar, namun hanya dalam satu tahun, uang tersebut entah pergi kemana. Apakah ini perihal nominal uang? Tidak, ini ada pola pikir dan tindakan.

Banyak orang tetap menjadi 'miskin; sekalipun memiliki banyak uang. Namun, kali ini kita membahas tentang 'kondisi miskin' yang berdasarkan BPS sebanyak 25,22 juta orang merupakan penduduk miskin pada Maret 2024.

Apakah ada peluang untuk seorang yang lahir dari keluarga miskin keluar dari kondisi miskin dan mematahkan rantai kemiskinan ke generasi selanjutnya? BISA, dengan menukar kenyamanan dan kesenangan yang dimiliki.

Baca juga: Poverty Paradox, Lingkaran Setan antara Kemiskinan dan Kemajuan

Saya tidak membicarakan kenyamanan dalam bentuk liburan, tidur di kasur empuk, rumah berAC, bukan dalam konteks tersebut karena orang miskin tidak memiliki uang untuk berlibur, untuk membeli kasur yang nyaman atau AC.

Tapi, kenyamanan bagi orang miskin adalah menerima keadaan dan tidak perlu berusaha mengubah keadaan dengan dalil "ini adalah takdir". Takdir, kerap kali menjadi kambing hitam untuk orang miskin menikmati 'kenyamanan' tanpa perlu berusaha lebih keras, sangat keras, untuk memiliki harapan bahwa ada takdir yang bisa diubah, termasuk mengubah kemiskinan.

Apalagi, hidup menjadi orang miskin di Indonesia erat dengan 'kesenangan', ya kesenangan mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah, termasuk selalu mendapatkan bantuan, seperti bantuan sosial baik dari pemerintah, swasta, atau personal.

Mari kita lihat bagaimana pemerintahan Singapura memperlakukan mereka yang miskin. Dilansir dari money.kompas, pemerintah Singapura menetapkan kriteria ketat untuk mendapatkan bantuan hunian. Indonesia? Tentu Anda bisa menjawabnya bukan, termasuk mudah sekali untuk dikorupsi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun