Mohon tunggu...
Wiwien Wintarto
Wiwien Wintarto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis serba ada

Penulis, sejauh ini (2024) telah menerbitkan 46 judul buku, 22 di antaranya adalah novel, terutama di PT Gramedia Pustaka Utama. Buku terbaru "Tangguh: Anak Transmigran jadi Profesor di Amerika", diterbitkan Tatakata Grafika, yang merupakan biografi Peter Suwarno, associate professor di School of International Letters and Cultures di Arizone State University, Amerika Serikat.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Minta Refill Stoples

27 Agustus 2015   08:55 Diperbarui: 27 Agustus 2015   08:55 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada satu adegan di novel ini yang sangat ingin kutonton di versi filmnya kelak, yaitu saat Niwa mencoba kebaya yang ia buat untuk sang “calon istri” dan Yama melihatnya dari lantai bawah. Itu akan mirip dengan adegan klise film Hollywood saat sang pangeran (atau cowok yang menjemput ceweknya ke prom night) menyaksikan sang putri turun tangga full-dressed secara mesmerizing dan sang pangeran mlongo sambil ngeces.

Aku membayangkan Niwa diperankan oleh Kirana Larasati dan Yama diperankan Rio Dewanto, bukan para seleb bertampang kebule-bulean. Dan satu faktor yang membuatnya kuat adalah satu hal yang sangat khas Indonesia banget: kebaya.

Yamaniwa, by Netty Virgiantini, berkisah soal karma asmara yang menimpa si mungil cantik Niwa. Selingkuh dengan Arvin yang ganteng dan mencampakkan Yama yang kalem dan kuno, ia lantas berkali-kali gagal membina asmara. Saat kawan-kawan sebayanya sudah pada nikah dan ayem berkeluarga, Niwa masih singel hingga satu dekade setelah kelulusan SMK.

Oleh Era, sahabat yang ia panggil “Bun”, ia dibilang sedang menuai karma atas pengkhianatannya dulu terhadap Yama. Ia disebut bernasib mirip Pat Kay, teman Sun Go Kong yang dikutuk harus mengalami 1.000 kali penderitaan cinta. Dan karena Niwa baru lima kali gagal, berarti masih menunggu 995 kali kegagalan lagi yang kudu dialaminya!

Ujug-ujug, datanglah Yama yang ganteng dan kini hidup mapan, ke modiste tempat usaha Niwa sebagai penjahit. Yama minta tolong dibuatkan kebaya dan beskap untuk acara pernikahannya kelak. Memenuhi tuntutan profesionalitas, Niwa menyanggupi permintaan itu meski tersiksa—karena rasa bersalahnya yang belum tertebus, dan terutama karena cemburu mendengar suara lembut calon istri Yama.

Sebelum bicara soal technical achievement, Yamaniwa adalah sebuah novel yang sangat sesuai dengan seleraku karena nuansa lokalisasi, eh… lokalitasnya. Itu sesuatu yang sangat berharga buatku. Tak harus proletar dan ndesit juga kayak Bimo di TUC dan Seto di FIFO, melainkan segala sesuatu yang sangat khas Indonesia (mirip di laman WowShack). Dalam hal ini, Yamaniwa memberiku hiburan ekstra yang sangat menyenangkan.

Pasalnya, sebelum baca ini, aku menggeh-menggeh membaca novel-novel yang sangat terhipnosis luar negeri especially Yunaytid Steits. Ada tokoh-tokoh warga Jakarta (mungkin penghuni RT/RW sekian di Menteng, Radio Dalam, atau Glodok) yang semuanya bicara dalam logat Hollywood (“Tentunya Anda tidak berpikir saya akan beli sawi dengan harga setinggi itu bukan?” katanya pada Pak Sayur). Juga ada ABG Jakarte yang mau ke prom night dan jemput kencannya pakai limousine (jeez…!).

Yamaniwa tidak menempuh rute itu dan memilih untuk sangat kekitaan banget, sejak dari lokasi (Semarang!), logat bicara (termasuk pemakaian pernak-pernik boso Jowo yang pas), kultur (njaitke klambi nggo ngantenan, golek srah-srahan), hingga tema dan pesan moral (karma karena pernah mengkhianati pacar—yang ini aku sangat setuju hikikikik…!).

Yamaniwa juga menghiburku di sisi teknis, karena jauh melampaui dua karya Netty sebelumnya yang kubaca, yaitu The Kolor of My Life dan When I Look into Your Eyes. Novel ini simpel, tapi efektif. Dialog-dialog dibiarkan mengalir seperti orang ngobrol biasa di dunia nyata, dan bukan sekadar penjelas narasi cerita. Banyak pernak-pernik ditambahkan. Tak berfungsi apa-apa dalam progress cerita, namun menambah kesan keseharian yang tercipta.

Ambil contoh dialog antara Niwa dan Sisil, asistennya di modiste, soal jahitan di halaman 87. Ucapan terima kasih Niwa dibalas dengan, “Jangan tengkyu aja, Mbak. Traktir bakso doong…!”. Lalu saat ngobrol dengan Era, Niwa minta refill stoples yang sudah kosong, biar bisa ngemil lagi.

Ini sangat khas kita banget saat berinteraksi dengan orang-orang terdekat di dunia nyata. Meski tengah membicarakan urusan genting, hal-hal lain di luar itu yang kurang urgen akan tetap muncul di percakapan. Soal cuaca, Bulik yang pelit, “gunung berapi kok mau njeblug semua”, atau berita transfer pemain bola.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun