Hari Sabtu 26 Oktober 2019 kemarin, saya "konser" di SMP Negeri 3 Mranggen di Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Tema workshop adalah soal penulisan cerita anak, sebagai bagian dari acara giveaway novel-novel serial Duo Detektif. Seperti biasa, saya kemudian mendapat majalah sekolah setempat, dalam hal ini majalah POESPA (singkatan dari Pusat Orientasi Edukasi Sains dan Pengembangan Almamater). Dan kemudian satu ide muncul di benak.
Bicara soal school magazine, kenapa kita belum juga hijrah ke ranah daring alias online? Ini penting untuk menjembatani segala macam kendala yang selama ini membayangi eksistensi majalah sekolah, terutama dalam hal pendanaan. Karena memproduksi majalah sekolah (cetak) butuh ongkos yang tak sedikit untuk proses layout, desain sampul, dan pencetakan, maka majalah-majalah itu pun tak bisa terlalu sering terbit---kadang bahkan vakum untuk jangka waktu lama.
Sepanjang yang saya tahu sejak aktif berkarier di dunia jurnalistik mulai 1993, frekuensi terbit tersering satu majalah sekolah dipegang Gradasi alias g-Mag, majalah sekolah dari SMK Negeri 11 Semarang (SMK Grafika). Majalah satu ini terbit bulanan. Ini terwujud karena inovasi unit produksi sekolah bersangkutan yang berhasil menggaet pengiklan besar (Telkomsel) sehingga bisa merekrut para praktisi jurnalistik profesional (salah satunya saya) sebagai tim redaksi.
Dan Gradasi pun terbit sebagai majalah remaja komersial, bukan lagi majalah sekolah biasa, antara 2008 hingga 2013. Untuk peredarannya, mereka bekerjasama dengan jaringan minimarket Alfamart se-Jateng & DIY. Saya sendiri turut dalam barisan redaksi hingga resign tahun 2010 dengan jabatan terakhir wakil pemimpin redaksi.
Di luar itu, majalah sekolah rata-rata terbit dalam jangka triwulan. Yang paling umum adalah majalah-majalah semesteran, terbit satu kali tiap semester. Sementara itu, majalah sekolah milik SMA Negeri 3 Semarang, yaitu Cemeti, dulu malah pernah terbit tahunan. Situasi yang sama juga terjadi pada majalah-majalah kampus.
Kejarangterbitan ini terjadi tentu saja karena persoalan bujet. Andai dana operasional majalah tersedia dengan cukup---termasuk untuk mengajak kerja sama jurnalis profesional---pasti kemunculannya ke hadapan pembaca dapat lebih sering terjadi. Idealnya memang dalam jangka bulanan, seperti majalah Gradasi itu.
Perubahan orientasi majalah sekolah dan kampus dari cetak ke daring akan mengatasi masalah ini. Tak akan ada lagi jeda yang terlalu lama antara satu edisi dengan edisi berikutnya. Bahkan istilah edisi itu pun akan menjadi tak eksis lagi, karena majalah daring bisa diperbarui kapan saja berita demi berita dan artikel demi artikel dalam hitungan hari atau bahkan menit, begitu ada materi baru yang memang layak diunggah.
Dan itu semua bisa dilakukan dengan periode aliran dana untuk pembayaran ongkos yang jauh lebih hemat daripada biaya desain dan cetak. Bahkan bisa saja gratis tis jika produksi majalah online dimulai dari platform sesederhana Blogspot atau Wordpress. Semua sudah tersedia, tinggal diisi dengan tulisan dan foto-foto, bahkan juga klip-klip video pendek. Dan tinggal mengatur rubrikasinya saja. Mana yang untuk hard news, mana untuk feature dan opini, untuk karya-karya sastra, untuk advertorial, dan seterusnya.
Dana dari sekolah (atau sponsor) nanti baru diperlukan saat blog bersangkutan ingin membeli domain sendiri lengkap dengan paket hosting-nya. Itu pun pada masa sekarang harga-harga tersebut sudah terhitung sangat murah, yang umumnya berlaku dalam hitungan per tahun. Artinya, nanti baru tahun depan harus bayar lagi untuk memperpanjang paket hosting.
Selain soal pendanaan, majalah dalam format daring tak lagi terbatasi oleh jumlah ruangan. Tak ada lagi pembagian rubrikasi yang terlalu kaku karena keterbatasan jumlah halaman. Semua bisa diwujudkan, sejauh memang masih cocok dengan dunia remaja yang berbasis edukasi. Dan tiap rubrik (misalnya cerpen atau puisi) dapat menampung jumlah tulisan seberapapun yang termungkinkan oleh kemampuan menulis para anggota redaksi dan kontributornya.
Keuntungan lain dari majalah sekolah berkonsep online adalah perjalanan yang tak terlalu rumit dan berat menuju tahap komersialisasi. Dulu, saat pihak sekolah merevolusi Gradasi dari majalah sekolah biasa menjadi majalah umum komersial, mereka butuh "keputusan politik" yang tak sederhana, terutama berkait dana untuk menggaji para jurnalis profesional sebagai lokomotif pergerakan konten agar sesuai standar jurnalistik yang umum berlaku. Dan betul saja. Keputusan politis menjadi benar-benar politis karena pemeo "ganti pejabat ganti kebijakan" kemudian terjadi!