Mohon tunggu...
Wiwien Wintarto
Wiwien Wintarto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis serba ada

Penulis, sejauh ini (2024) telah menerbitkan 46 judul buku, 22 di antaranya adalah novel, terutama di PT Gramedia Pustaka Utama. Buku terbaru "Tangguh: Anak Transmigran jadi Profesor di Amerika", diterbitkan Tatakata Grafika, yang merupakan biografi Peter Suwarno, associate professor di School of International Letters and Cultures di Arizone State University, Amerika Serikat.

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Harta yang Paling Berharga dalam "Perburuan"

14 Agustus 2019   12:40 Diperbarui: 15 Agustus 2019   20:12 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berkat "koneksi orang dalam", yaitu teman saya novelis Pratiwi Juliani yang tak lain adalah istri dari sutradara Richard Oh, saya berkesempatan mengikuti acara keren satu ini. Premier film Perburuan yang dihelat dengan judul Special Screening Celebrities mengambil tempat di teater 2 bioskop Epicentrum XXI di Epiwalk, Jl. HR Rasuna Said, Jakarta, Selasa petang 13 Agustus 2019 kemarin. Saya datang bareng novelis Sophie Maya, dan sempat bingung nyari bioskopnya di mana berhubung sama-sama baru kali pertama ke Epiwalk.

Di lokasi acara, situasi tentu heboh meriah bukan main. Kami ketemu sebentar dengan Richard dan Pratiwi untuk mengambil tiket. Lalu mereka sibuk dengan para seleb, baik cast & crew film Perburuan maupun para pesohor lain yang ikut hadir di acara. Salah dua nama tenar yang sempat saya lihat adalah politikus milenial Tsamara Amany Alatas dan suaminya, Ismail Fajrie Alatas. Tapi saya tak salaman dan foto bareng dengan mereka semua. Selain karena suasana terlalu krodit, saya juga tak bertipe celebrities hunter.

Makanya saya dan Sophie tak berlama-lama berada di pusat kesibukan. Percuma saja mencari celah kesempatan berfoto dengan Adipati Dolken atau Ayushita. Mereka sudah lebih dulu dikeroyok rombongan wartawan dan petugas-petugas infotainment. Kami pun ngacir ke dekat teater 2 untuk menunggu pintu dibuka. Sambil nunggu, kami sibuk menggunjingkan gosip-gosip terbaru di kalangan teman-teman para novelis. Tak lama kemudian, sekira pukul 19.15 WIB, baru pintu dibuka.

Kami masuk dan mendapat masing-masing satu kerdus popcorn dan sebatang hot dog. Dan di tiap seat ternyata sudah ada air minum botol kemasan 600 ml. Ini benar-benar premier yang baik dan benar!

Sebelum film mulai diputar, Richard dan para pemain serta kerabat kerja produksi dipanggil ke depan layar untuk menyampaian sepatah dua patah kata terkait produksi Perburuan. Saya pikir bakal ada talkshow panjang usai pemutaran, ternyata cukup dengan introduksi singkat saja sebelum screening dimulai. Dan bonus satu lagi sesudah itu adalah acara seremonial menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Pas nyanyi, ingatan saya malah melayang ke ritual serupa pada pertandingan bola internasional!

Perburuan yang berdurasi 98 menit dan dibesut Richard berkaitpaut dengan pemberontakan PETA (Pembela Tanah Air) di Blitar pada Hari Valentine tahun 1945 (waktu itu para abege sudah mikir soal Valentine dan White Valentine belum ya...?) yang dipimpin oleh Shodanco (komandan peleton; sekarang setara letnan) Supriyadi. Tokoh utama film ini, Hardo (Adipati Dolken), mengikuti jejak langkah Supriyadi untuk memberontak guna merebut markas daidan (batalyon) tempat ia bertugas.

Menemani Adipati di film ini adalah Ayushita, yang berperan sebagai Ningsih, guru sekolah rakyat yang merupakan tunangan Hardo. Juga ada Ernest Samudra sebagai Dipo, Kiva Ishak (Karmin), dan Michael Kho (Shidokan). Penampilan dua aktor senior, Egy Fedly dan Otig Pakis, masing-masing sebagai ayah Ningsih dan ayah Hardo, memberi bobot yang cukup signifikan pada barisan pemain.

Sebagaimana kita tahu, film ini diangkat dari novel berjudul sama karya Pramoedya Ananta Toer. Dengan gala premier digelar di Surabaya Town Square pada Jumat (9/8) lalu, pemutaran perdananya sendiri baru akan resmi dibuka mulai besok tanggal 15 (seperti biasa, film nasional selalu rilis hari Kamis, entah kenapa). Diproduksi Falcon Pictures, Perburuan merupakan satu dari dua judul film blockbuster yang diangkat dari karya-karya Pram. Satu lagi, yang juga dibuat Falcon dan edar besok Kamis pada saat yang bersamaan, adalah Bumi Manusia yang diarsiteki Hanung Bramantyo.

Perburuan yang ditangani Richard Oh seperti dirancang sebagai versi yang lebih serius dari kedua film ini, sedang Bumi Manusia yang menghadirkan nama beken Iqbal "Dilan" Ramadhan seperti menjadi versi "bubblegum"-nya, yang khusus ditujukan pada para milenial (salah satunya adalah yang memberi ucapan selamat bahwa Pramoedya Ananta Toer akan ngetop karena novelnya difilmkan!)

Dengan skenario ditulis sendiri oleh Richard bersama Husein M. Atmodjo (penulis skenario film 22 Menit, Lukisan Ratu Kidul, dan Sekte), suasana cerita Perburuan memang sangat serius. Kita akan menyimak dialog-dialog ala sajian teater panggung yang panjang-panjang dan butuh energi prima dari para pemerannya. Salah satunya adalah percakapan antara Hardo dan sang ayah (diperankan Otig Pakis) di gubug di tengah ladang jagung yang sangat intens dan memikat.

Ketika scene itu berlangsung, saya seperti tak sedang berada di dalam gedung bioskop yang ber-AC dan berkursi empuk, melainkan seperti menikmatinya di ruang Fakultas Sastra kampus lama Universitas Diponegoro di bilangan Pleburan, Semarang; atau di gedung pertunjukan yang proletar dan penuh asap rokok di Taman Budaya Raden Saleh (TBRS). Dan Dolken cukup sukses mampu mengimbangi Otig di adegan tersebut.

Namun momen paling kuat film Perburuan adalah saat warga desa bersorak-sorak begitu mendengar berita tentang proklamasi kemerdekaan dan mereka sudah tak lagi menjadi "bawahan" bangsa asing. Saya jadi membayangkan seperti apa kira-kira kegairahan saya andai jadi kaum muda waktu itu. Mungkin berita Indonesia merdeka jauh lebih menyenangkan daripada pengumuman guru-guru ada rapat dan para murid boleh pulang gasik!

Anyway, secara umum Perburuan (dan juga Bumi Manusia, sedang akan nonton nih) adalah tontonan-tontonan yang pas untuk suasana menjelang 17 Agustus. Ia mengingatkan kembali pada kita soal pentingnya menjadi orang merdeka yang setara. Itu, ternyata, adalah harta yang sangat berharga.

Dan begitu keluar teater, saya jadi nyadar bahwa kebiasaan saya yang jauh dari acara mengambil foto maupun berpose untuk foto-foto keren membuat saya tak sempat mencetak harta berharga lain, yaitu foto-foto. Terpaksa pinjam foto dari koleksi keluarga sang sutradara...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun