Ibuku adalah seorang penakut, terutama pada hal-hal baru. Meskipun sudah dijelaskan secara logika, kalau ibu bilang takut, maka seisi rumah tak ada yang bisa mengubahnya. Pun ketika suatu hari Pak Lurah datang ke rumah kami untuk mendata warga yang akan mendapat sumbangan tabung gas. Ibu Menolak. Alasannya tentu saja takut tabungnya meledak.
Saat itu di rumah kami masih menggunakan pawon kayu bakar dan satu kompor minyak. Meskipun semua sudah punya tabung gas dan kompornya, ibuku tidak peduli. Ibu tetap nyaman mengumpulkan ranting kering atau pesan kayu bakar dari warga yang ke hutan.
Pernah suatu hari ibuku minta diantar ke kota sama bapak. Untuk membeli magic com katanya. Ibu sudah capek mengajariku napung beras karena sering asat saat menanak nasi. Akibatnya nasi gosong dan bau sangit. Bapak yang saat itu sedang sibuk menghitung harga tembakau tak bisa berkutik.
Meski bapak bilang kalau lebih suka nasi yang ditanak pakai kayu, ibu sudah tak mau mendengar. Maka hari itu juga ada transisi energi di rumah kami. Menanak nasi dari menggunakan kayu bakar, berubah ke listrik. Ibuku mungkin tidak lulus sekolah dasar. Tapi Ibuku yang membawa banyak perubahan di rumah, termasuk perannya dalam transisi energi.
Bagaimana dengan cerita tabung gas? Ibu akhirnya menyerah karena sering diundang penyuluhan di balai desa tentang keamanan tabung gas. Pak Lurah mengundang dinas pemadam kebakaran dan orang-orang yang paham tentang langkah keamanan menggunakan tabung gas. Bahkan ibuku jadi paham bahwa memilih regulator gas yang aman itu penting.
Ibuku bukan satu-satunya perempuan yang mengambil keputusan tentang transisi energi di skala rumah tangga. Masih banyak perempuan-perempuan lain di luar sana yang memegang kunci transisi energi di rumah. Jadi jika kalian menganggap bahwa perempuan desa yang tidak lulus sekolah dasar bukan siapa-siapa dalam proses transisi energi, cobalah melihat lebih dekat lagi. Banyak hal yang seringnya keputusan dalam skala rumah tangga itu di tangan perempuan.
Sekarang, di rumahku sendiri, aku yang seorang ibu rumah tangga yang memutuskan untuk membeli motor listrik karena sudah lelah dengan berita pencurian motor matic di mana-mana. Motor matic yang menggunakan bahan bakar minyak sering menjadi sasaran maling pertama kali. Tapi sejauh ini, aku belum pernah mendengar ada maling nekat mencuri motor listrik karena mungkin pesonanya di penadah tidak setinggi pesona motor matic.
Mungkin alasan transisi energi versiku masih secetek itu. Tapi percayalah, transisi energi bisa mulai berjalan dengan berbagai alasan dari banyak sisi. Proses transisi energi membutuhkan peran banyak orang, mulai dari pemegang kuasa, pembuat undang-undang dan aturan, hingga ibu-ibu di desa yang bukan siapa-siapa. Semua berjalan searah dan harus dimulai.
Meskipun listrik yang kita gunakan saat ini belum sepenuhnya zero emission, tapi setidaknya kita sudah mulai berjalan mengurangi emisi karbon. Setidaknya langkah awal sudah dimulai. Inovasi masih harus terus dilakukan.Jika tak pernah ada langkah awal, maka tak akan pernah ada proses perjalanan.
Siapa tahu suatu hari akan ada kebijakan dan aturan baru yang menarik untuk penggunaan tenaga listrik yang lebih ramah lingkungan. Teknologi seperti PLTS yang lebih murah dan terjangkau untuk skala rumah tangga, sehingga bisa beralih dari listrik yang menggunakan batu bara berubah menjadi energi baru dan terbarukan. Siapa tahu ada subsidi-subsidi yang berlaku seperti dulu ibuku ditawarin tabung gas gratis. Siapa tahu, ya kaaan...
Yang jelas, Selamat hari lingkungan hidup untuk kita semua. Semua mahluk yang hanya menumpang hidup di atas Bumi. Jangan lelah untuk terus melakukan inovasi. Biarkan urusan transisi energi di rumah menjadi urusan kami. Kalian yang terpelajar dan hebat, teruslah berinovasi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H