Mohon tunggu...
Wiwidodo
Wiwidodo Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Setia kawan dan Loyalitas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ahok Menangis, Air Mata Buaya?

14 Desember 2016   07:49 Diperbarui: 14 Desember 2016   08:37 605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sidang perdana terdakwa Ahok kasus penistaan agama Islam telah berlangsung sukses kemarin. Kekhawatiran banyak pihak akan terjadi gangguan tidak menjadi kenyataan. Sidang berlangsung tertib, dan amazingnya bisa mulai TEPAT WAKTU (ON TIME) jam 09.00 WIB. Ini benar-benar luar biasa. Kan jadwal sidang di Indonesia terkenal sampai ke seluruh dunia, ga bisa ontime. Panggilan sidang jam 9 pagi, sidangnya mulai jam 1 siang. LOL.

Yang paling menarik dari persidangan Ahok kemarin adalah Ahok menangis saat membacakan eksepsi pribadinya. Ahok menjelaskan tidak mungkin ia menista agama Islam karena sama saja ia menista orang tua angkat dan saudara angkat dari keluarga Amir Baso yang sangat ia sayang dan mereka juga sayang kepadanya.

Saya yang gak kenal Ahok, saat Ahok menangis jadi ikutan sedih. Tidak sadar air mata menetes di pipi. Saya teringat almarhum orang tua yang sudah meninggal. Orang tua saya sangat baik, perhatian, sayang dan Bangga ke anak-anaknya. Terutama ke saya, karena saya baik, pintar, ganteng dan Soleh.

Sungguh amazingnya seorang Ahok yang saya lihat di media punya sifat keras, ternyata punya hati yang lunak. Ia menangis.

Ahok bukan artis, bukan pemain drama, bukan playboy, yang mudah mengumbar air mata, minimal mudah menangis untuk memainkan perannya demi tercapai tujuan. Saya yakin tangisan Ahok bermakna ia sedih, ia menyesal, ia minta maaf telah membuat gaduh dan membuat jutaan umat muslim tersinggung karena agamanya dinista, ayat suci dalam Alquran tidak dipercaya.

Makanya saya agak heran dengan orang yang masih ragu dan tidak percaya kalo Ahok tidak menyesal, tidak tulus minta maaf karena dianggap telah menista agama Islam sehingga jutaan umat muslim bersatu untuk demo turun ke jalan meminta agar Ahok diproses hukum. Mereka menganggap tangisan Ahok adalah drama, air mata Ahok adalah air mata buaya. Ahok Menangis untuk meraih simpati publik. 

Mohon maaf teman-teman, saya tak setuju untuk hal ini. Menurut saya, tangisan Ahok adalah tangisan sungguhan, tangisan penyesalan sekaligus kesedihan dituduh atas hal yang tidak dilakukan. Air mata Ahok adalah air mata sungguhan. Bukan air mata buaya. Tangisan seperti itu tidak bisa dibuat buat, apalagi oleh orang seperti Ahok yang sering ceplas ceplos, reaktif dan dianggap keras kepala. Jika Ahok dianggap akting, pura-pura, maka sesungguhnya Ahok sangat berbakat jadi artis bukan jadi pejabat publik.

Tangisan Ahok tidak mempengaruhi proses hukum

Namun bagaimanapun, proses hukum harus tetap dilanjutkan. Disatukan sisi Ahok sudah minta maaf dan menyesal. Disisi lain hukum harus ditegakkan demi supremasi hukum. Bahkan sampai ada yang mengatakan “walaupun langit runtuh. Hukum harus tetap tegak” ini penting supaya dikemudian hari, kita berbicara hati-hati, dipikir dulu sebelum bicara. Jangan sampai menyinggung perasaan orang lain apalagi umat yang jumlahnya jutaan.

Ahok menjadi pahlawan dengan kasus ini, umat Islam menjadi bersatu turun ke jalan berjuang atas nama Islam. Saya setuju. Kasus Ahok menjadikan pendemo sadar bahwa jutaan orang turun ke jalan tidak harus berakhir rusuh.

Ahok diputus bersalah atau tidak bersalah oleh majelis hakim saya gak mau ambil pusing, bukan urusan saya, yang jadi urusan saya, fokus saya adalah kamu. Ya kamu, yang selalu mengisi hari-hari ku dengan kebahagiaan. Selalu hadir di mimpi-mimpiku. Aku gak bisa bayangin hidup tanpa kamu. Kalo tanpa Ahok, aku akan tetap hidup. Makanya suka heran di Kompasiana yang bela Ahok, yang anti Ahok, segitu semangatnya, padahal punya hak pilih aja gak. Wkkwwk

Cempaka putih, 14 Desember 2016

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun