Mohon tunggu...
Wiwidodo
Wiwidodo Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Setia kawan dan Loyalitas

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pembunuhan Berencana atas Tewasnya Mahasiswa Pencinta Alam UII di Gunung Lawu

24 Januari 2017   08:16 Diperbarui: 24 Januari 2017   08:30 1857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diklat The Grand Camping (TGC) yang dilakukan oleh mahasiswa pencinta alam Universitas Islam Indonesia (mapala UII) Yogyakarta memakan 3 korban tewas, yaitu muhammad Fadli, Syaits Asyam dan Ilham Adi. Ketiganya meninggal karena dianiaya oleh senior-senior mapala UII, dipukul, ditendang, diinjak dll.

Sungguh biadab perbuatan senior-senior mapala ini, mereka melakukan pembunuhan kepada mahasiswa-mahasiswa baru, yang harusnya diarahkan dan dibina justtru malah dibinasakan. Mahasiswa baru ini adalah harapan keluarga, calon pemimpin di masa depan. Namun harus meregang nyawa di tangan senior-senior Mapala berotak preman. Mau jadi apa negara jika calon pemimpinnya sudah jadi penganiaya sejak kuliah.

Saya harap kepolisian segera menindaklanjuti hal ini dengan sangat serius. Korban 3 nyawa sungguh banyak. Terapkan pasal pembunuhan berencana (pasal 340 KUHP) ke mahasiswa preman tersebut. Tangkap dan taham mereka segera. Karena mereka secara sadar dan terencana melakukan penganiayaan sampai menghilangkan nyawa mahasiswa junior tersebut. Jaksa juga harus menuntut hukuman maksimal ke mereka, 3 korban nyawa hilang sepadan dengan tuntutan hukuman  mati atau hukuman penjara seumur hidup, biar mereka mati di penjara.

Negara tidak butuh sarjana-sarjana pembunuh ini di kehidupan sosial dan bernegara. Jika masih kuliah saja sudah menjadi preman dan pembunuh, bagaimana jika nanti jika sudah jadi pejabat. Bukan tidak mungkin, jika tidak dihukum berat, maka mereka akan mengulangi perbuatannya dan menjadi preman dan pembunuh yang lebih besar lagi.

Pencinta Alam itu harusnya baik dan santun. Kepada alam saja mereka bisa sayang, antara lain ; membawa sampah turun dari gunung, tidak memetik bunga edelweiss yang langka, tidak membuang sampah di gunung dan hutan dll. Ini ke sesama manusia koq malah saling menyiksa dan menghabisi nyawa. Tidak ada sama sekali rada cinta dan sayang. Ini bukan pencinta alam namanya, tapi pencinta setan.

Kepada polisi, segera tangkap mahasiswa senior pembunuh ini, tembak kakinya seperti para perampok pulomas yang menewaskan 6 orang. Mereka ini sama saja, penghilang nyawa orang. SAya terbayang bagaimana kesedihan pihak keluarga, orang-orang terdekat dan saya sendiri merasa sedih dan marah ke pembunuh. Saya kuatir jika tidak ditindak tegas, nanti malah ada pembalasan dendam dari pihak yang tidak terima, nyawa bayar nyawa karena hukum tidak bisa diandalkan.

Cempaka putih, 24 Januari 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun