Di suatu sore, seoarang anak tetangga yang berusia 6 tahun tengah menghampiriku di ruang tamu dan berkata "mbak tak kasih tau sekarang aku nggak punya ayah", spontan aku terkejut dan mencoba menanyakan ucapannya, "maksudnya gimana nggak punya ayah?", dijawabnya "mama kan udah pisah , terus ayahku pergi jauh nggak tau kemana dan nggak pernah nemuin aku sama mama jadinya aku nggak punya ayah lagi kan mbak". Ku perhatikan detail raut wajah dan intonasi anak tersebut saat memberikan jawaban.
Tampak jelas rasa kesedihan, intonasinya pun makin melemah bahkan kedua matanya sudah berkaca-kaca dan nyaris menetes. Ku peluk erat anak tersebut beberapa saat, tangisnya pecah, ku usap kepalanya lalu ku bisikkan "jangan ngomong seperti itu lagi ya, do'ain ayah mu biar segera menemui mu lagi, anak hebat.. ayo senyum.."
Cerita di atas bagian dari contoh nyata fatherless. Apa itu fatherless?
Fatherless, father absence, father loss atau father hunger adalah ketiadaan peran ayah dalam kehidupan seorang anak.
Ketiadaan peran tersebut berupa ketidakhadiran secara fisik dan psikologis. Hal ini disebabkan oleh perceraian, kematian ayah, perpisahan karena permasalahan dalam hubungan pernikahan, kesehatan secara fisik dan psikologis masing-masing.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Smith (2011), bahwa seseorang dikatakan mendapat kondisi fatherless ketika anak tidak memiliki ayah atau tidak memiliki hubungan dengan ayahnya dikarenakan perceraian atau permasalahan pernikahan orang tuanya.
Fatherless di Indonesia dipahami sebagai ketidakhadiran seorang ayah, dimana kekosongan peran dan keterlibatan ayah dalam pengasuhan merupakan isu utamanya.
Keadaan fatherless di Indonesia ada namun seperti tidak dirasakan. Seorang anak tidak mampu menyadari sepenuhnya bahwa tengah mengalami kondisi fatherless sampai anak tersebut merasakan dampak dari dalam dirinya sendiri. Mengapa hal tersebut bisa terjadi?
Kondisi ini dikarenakan tidak didapatkan seketika oleh anak, namun perlahan-lahan, bergantung pada kepekaan masing-masing dan seberapa banyak bersedia mencari tahu kekosongan itu.
Kekosongan sosok ayah yang dirasakan oleh anak dimulai dari perasaan kehilangan (feeling lost), seperti berupa pertanyaan keberadaan ayah dibenaknya, jika tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan, maka akan disimpannya dalam hati dan meneruskan pencarian. Pencarian yang dilakukan terkait pertanyaan tersebut akan ditujukan pada orang-orang terdekat yang mengasuhnya (ibu, kakek, nenek, paman, bibi, dsb).
Jika tidak ditemui akan menimbulkan kegusaran di dalam pikiran, meski ibu atau keluarga besar berusaha secara maksimal mengisi kekosongan tersebut. Jiwa seorang anak akan penuh tatkala gambaran ideal sebuah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak bersama-sama secara fisik dan psikis dirasakannya. Sebagaimana yang ditemui disekitar kehidupannya.