Judul yang sedikit aneh mungkin, tapi namanya opini jadi sah-sah saja menurut saya. Alam semesta selalu bergerak, selalu dinamis, tidak diam. Selalu ada momentum yang secara otomatis akan menggerakkan semesta, termasuk semua yang ada didalamnya.
Manusia dengan segala aspek yang terkait dengan dirinya tentu secara otomatis juga akan selalu bergerak, selalu dinamis. Nah, meskipun secara otomatis bergerak, namun belum tentu semua bergerak ke arah yang sama, kalau pun arahnya sama belum tentu dengan kecepatan yang sama. Banyak faktor yang membedakan, mulai dari kemauan, kemampuan, hingga kesempatan.
Pergerakan alam semesta dan pergerakan manusia didalamnya yang tidak seragam arah dan kecepatannya itu tentu pada akhirnya akan menimbulkan disparitas, dari mulai kualitas manusia-nya sampai dengan disparitas semua faktor kehidupan yang terhubung dengan aktivitas manusia, salah satunya faktor ekonomi.
Hmm, jadi direncanakan atau tidak, disparitas ekonomi pasti akan ada dan selalu ada di kehidupan masyarakat, di kehidupan manusia. Itu sudah menjadi bagian dari dinamika alam semesta. Tunggu dulu, karena disparitas ekonomi pasti akan ada lantas mengapa dibicarakan? Nah, hal yang menarik disini justru adalah bagaimana manusia memandang dan menyikapi disparitas ekonomi yang ada itu, tentu dari sudut pandang ekonomi.
Disparitas ekonomi melahirkan banyak mashab ekonomi dari mulai kapitalis hingga sosialis, namun jangan salah, semua mashab yang ada itu memiliki tujuan yang sama yaitu menjaga agar disparitas ekonomi selalu ada dengan caranya masing-masing. Karena semua menyadari yang mampu menciptakan gerak adalah sebuah selisih, perbedaan nilai, atau disparitas. Semua mashab menyadari alam semesta tidak menghendaki adanya pengurangan disparitas yang mengarah kepada kesetaraan di titik kesetimbangan. Karena jika demikian maka semua akan terhenti, momentum akan hilang, dan kiamat.
Jangan lupa, alam spiritualis manusia juga menjadi salah satu faktor yang mendorong adanya disparitas ekonomi. Keinginan untuk memberi, untuk berbagi dalam cinta kasih, untuk menolong sesama ternyata membutuhkan adanya disparitas ekonomi. Tapi terlepas dari hal tersebut ternyata ada hal yang membatasinya, karena sekuat apapun usaha manusia mengurangi disparitas, atau sebaliknya melebarkan jurang pemisah akan terbentur pada tembok batas kemampuan manusia dalam berbagi, saling memberi dan membantu sesamanya. Sudah hukum alamnya seperti itu karena kalau semua ada dalam titik kesetimbangan apa lagi yang harus diberi atau dibagi?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H