Ringkasan sebelumnya: Arni akhirnya tergoda menerima tawaran untuk menservis tamu asing di sebuah kapal pesiar yang bersandar di Kepulauan Seribu. Tawaran itu ia terima setelah uang pemberian Ramon menipis sementara kabar pria itu tak pernah lagi ia terima. Diluar dugaan ia bertemu Jarot, kakak kandungnya di kapal pesiar tersebut. Selengkapnya...
Ramon gelisah. Hari itu tiba-tiba ia memperoleh telepon dari beberapa nomor tak dikenal. Sejak berada di tempat kos Arni, telepon serupa sudah diterima. Tapi ia tak menanggapi.
Arni sempat bingung mengapa ia tak mempedulikan semua telepon yang masuk di handphonenya. Ramon menjelaskan bahwa telepon itu mungkin saja merupakan bagian dari teror Jaka dan kroco-kroconya. Jaka adalah teman bisnis, bos, sekaligus orang yang sedang mencarinya.
Arni tak berusaha menyelidiki siapa para peneror yang dimaksud. Ia juga tak berusaha bertanya lebih jauh siapa Jaka. Ia merasa tak berhak untuk tahu lebih jauh masalah yang dihadapi Ramon.
Meski begitu, Arni jadi ikut gelisah begitu hanphone milik Ramon bergetar berkali-kali dan sang pemilik membiarkannya.
Ia membayangkan sebenarnya Ramon bisa saja mengangkat handphonenya dan mengatakannya salah sambung. Tapi pikiran itu mungkin terlalu sederhana. Justru jika Ramon mengangkat dan menjawabnya, maka sang penelepon bisa menebak siapa pemilik suara itu.
Justru karena menangkap kegelisahan Arni, Ramon punya alasan untuk menyuruhnya jalan-jalan ke mal dengan memberikan bekal uang secukupnya. Dan Ramon ikut senang bila hari itu Arni sudah janjian bertemu Machicha alias Icha.
Ya Icha bukan wanita asing dalam kehidupan Ramon. Bukan wanita yang perlu dicurigai. Sebelum berkenalan dengan Arni ia sudah terlebih dahulu berteman dengan wanita berambut setengah keriting itu.
Kala itu, Ramon menganggap rambut itu cocok dengan penampilan Icha yang seksi. Dibanding Arni, penampilan Icha memang lebih seksi. Rambutnya yang setengah keriting membuatnya mengingatkan penampilan seksi wanita negro blasteran di film-film Holywood.
Tapi suatu hari Icha merasa bosan dengan penampilan rambutnya. Ia minta Ramon merebounding rambut Icha. Ramon sempat menolak, tapi karena kliennya ngotot ia terpaksa melakukannya. Beberapa hari kemudian, Icha muncul lagi dan meminta rambutnya dikembalikan ke aslinya.
Kata dia, banyak pelanggannya protes dengan perubahan penampilan rambutnya. Para pelanggan bilang rambut baru Icha terlihat aneh dipandang, kampungan, bahkan mengurangi keseksiannya.
Icha sempat protes dengan penilaian sepihak itu. Namun karena hidupnya tergantung para pelanggan yang diservisnya, Icha pun manut.
“Rambut saja dibatasi hak-hak asasinya, kasihan bener deh echie.”
“Ya enggak begitulah cien. Yang bener orang krejong (kerja) selalu begindaanng (begitu). Echie bilang yeiy nggak usah merekah (marah), Santai aja cien.”
Setelah rambut Icha dikembalikan seperti aslinya, pelanggan pun kembali berdatangan. Ia berterimakasih pada Ramon dan mencium pipinya.
“Endaaanng dapet cumi. Ntar hamidah gimana loh,” canda Ramon yang berarti ‘enak dapat ciuman, nanti kalau hamil gimana loh’.
Gaya kebanci-bancian Ramon tak membuat Icha terganggu. Justru sebaliknya ia merasa aman. Ia pun kerap datang ke RR Salon bukan sekadar untuk potong rambut, tapi juga curhat.
Selanjutnya Icha pun setuju saat Ramon menawarkan mencarikan pelanggan. Diantara kaum wanita, sebagian besar PSK, salon milik Ramon juga kerap didatangi kamu pria.
Karena lokasinya di daerah mesum, beberapa tamu pria sering minta dicarikan perempuan yang bisa diajak bercinta. Sebagai bagian dari kelengkapan servis, Ramon pun berusaha memenuhi permintaan pelanggannya. Icha pernah beberapa kali menjadi klien tamunya Ramon.
Suatu hari, saat mereka berdua, Icha mencoba merayu Ramon. Ia memeluknya dari belakang, menggesek-gesekan dadanya ke punggung pria itu, sementara bisikan menggoda juga ditiupkan ke telinga Ramon.
Sejenak Ramon sepertinya menikmati aksi horny Icha. Namun secara mengejutkan ia melepas pelukan Icha. Ia mohon Icha tak melakukannya lagi. Alasannya, hubungan mereka saat itu adalah klien, hubungan kerja.
Katanya, hubungan seperti itu tak boleh melibatkan emosi, apalagi seks. Sebab Ramon dilarang cemburu saat Icha melayani para tamunya.
Argumentasi itu sangat masuk akal. Sejak itu Icha tak pernah melakukannya lagi. Ia menganggap Ramon benar-benar banci. Maka begitu mendengar dari Arni bahwa Ramon telah melamar kawannya itu, Icha hanya tertawa dalam hati.
***
Takkala satu dari dua handhonenya berbunyi, Ramon segera mengangkat. Telepon itu pasti dari Arni karena ia sengaja memberikan nomor khusus.
Arni minta izin untuk membawa Icha ke kamar kosnya. Kata Arni, Icha kangen pada Ramon. Tentu saja Ramon tak mungkin menolaknya.
Arni bilang ia akan datang setelah buka puasa. Tapi Ramon mengusulkan agar buka puasa bersama di kamar kos Arni. Lalu ia pun memesan sejumlah makanan plus pizza kegemarannya. Ia siap mengganti uang yang dihabiskan untuk belanja Arni dan Icha.
Selama menanti kedatangan Arni dan Icha, tiba-tiba pintu kamar kosnya diketuk. Ramon mengira Arni sudah tiba dengan membawa belanjaan dan makanan pesanannya.
Ramon juga membayangkan wajah Icha tersenyum disamping Arni. Tapi ia menganggap senyum Arni labih manis dibanding Icha.
“Siapa ya?”
“Ini Ibu…Ibu kos”
Ramon terkejut sebentar karena tebakannya salah. Namun ia segera membukakan pintu karena ibu kos juga bukan orang lain. Mungkin ia akan mengabarkan beberapa info penting meski itu baru pertama kalinya dilakukan ibu kos.
Begitu pintu terbuka, Ramon tersentak karena dihadapannya bukan hanya berdiri Ibu kos yang ketakutan, tapi dua pria perkasa. Salah satu pria itu telah dikenalnya. Tanpa banyak bicara, Gofar, pria yang telah dikenalnya, menyeruak masuk kamar dan mencengkram leher bajunya.
“Hai banci, wani-wanine kon kabur. Sampai ujung dunia pun kon ndelik pasti ketangkap,” gertak Gofar dengan logat Surabayanya.
Pria sangar itu merupakan sosok paling ditakuti Ramon setelah Jaka. Gofar adalah tangan kanan Jaka. Ia akan melakukan apa saja yang diperintahkan bosnya, bahkan dengan cara lebih sadis melebihi tugas yang harus dilakukannya.
Mengingat kelakuan Gofar, Ramon pun tak memberikan perlawanan
Saat Gofar mencengkramnya, kawan Gofar mengacak-acak kamar kos Arni. Mungkin untuk mencari tahu barang penting yang disembunyikan Ramon.
Pria yang berusia lebih muda dari Gofar itu kemudian membawa dua handphone dan tas berisi dompet milik Ramon. Anehnya ia juga menyelipkan sebuah celana dalam milik Arni setelah mencium aromanya.
“Gendeng. Opo’o kon nggowo katoke lonte.”
“Iseng ae bos. Ambune aku koyok kenal.”
“Halah, iso-iso ae. Mangkane ta ojo nang Dolly* ben dino. Wis ayo cepet lungo.”
Mereka kemudian menggiring Ramon seolah petugas Densus 88 yang sedang mambawa teroris buruannya.
Sebelum pergi, Ramon sempat melirik ibu kos yang ternyata sedang tersenyum mengiring kepergiannya. Bukankah tadi ia ketakutan dan seharusnya tetap dengan wajah yang sama? Ramon jadi curiga ibu kos itu sedang bersandiwara.
Wanita bertubuh gemuk itu mungkin telah disuap Gofar untuk menunjukkan persembunyian dirinya. Jumlah uang suap jauh lebih besar dari uang tutup mulut yang pernah diberikannya.
Ia jelas merupakan wanita berbahaya dan Ramon jadi mengkhawatirkan keselamatan Arni.
*) Dollyadalah lokalisasi terbesar di Surabaya.
PSK Galau di Bulan Penuh Rahmat (5)
Kisah-kisah lain di sini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H