Mohon tunggu...
Biso Rumongso
Biso Rumongso Mohon Tunggu... Jurnalis - Orang Biyasa

Yang terucap akan lenyap, yang tercatat akan diingat 📝📝📝

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dasar Copet, Recehan Disikat Juga

9 April 2012   16:19 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:49 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Suatu hari Dedi harus pergi ke rumah kakaknya di Bojonggede, Bogor karena anak dan istrinya minta dijemput. Bahwa ia sedang berada di sebuah Mal, Jalan Margonda, Depok, bersama sejumlah kawan lamanya menjadi alasan tak terbantahkan.

“Mumpung dekat stasiun!” Begitu alasan sang istri via SMS.

Maka usai melakukan pertemuan, Dedi berjalan menuju stasiun yang terletak di belakang mal. Karena jarak dekat, hanya empat stasiun, Dedi memilih naik KRL kelas ekonomi Rp 1.500. Naik Commuter Line atau KRL AC seharga Rp 6.000 dianggap terlalu mahal.

Ternyata KRL ekonomi yang datang padat penumpang. Karena sudah membeli tiket, Dedi tetap naik. Ia tak mungkin menunggu KRL berikutnya karena posisi kereta tersebut belum diumumkan petugas stasiun.

Di dalam kereta, Dedi berusaha mencari tempat yang longgar. Ternyata tidak mudah. Apalagi di setiap stasiun, jumlah penumpang yang naik lebih besar dibanding penumpang turun. Selain karena hari libur, faktor tanggal muda ikut menentukan orang berpegian naik kereta.

Dengan reflek yang sudah terlatih. Dedi terus memegangi dompet dan HP yang ia satukan pada kantung celana sebelah kiri. Satu tangan lainnya memegang tali gantungan kereta agar tak terdesak penumpang lain atau tersentak saat KRL jalan.

Naik KRL adalah keseharian Dedi untuk menuju tempat kerjanya. Namun ia selalu mengenakan celana jeans ketat sehingga dompet dan HP lebih aman dalam kantung celana.

Karena tak punya rencana naik KRL, hari itu Dedi mengenakan celana gunung yang berkantung banyak. Posisi kantung yang lebar membuatnya tak nyaman menaruh dompet dan HP dalam kondisi penumpang kereta api berdesakan. Tahu sendirilah dalam kondisi seperti itu pencopet kereta berkeliaran.

Dengan susah payah akhirnya Dedi sampai juga di Stasiun Bojonggede. Ia lega karena dompet dan HP-nya masih ada dalam gengaman. Angin semilir terasa nyaman saat menerpa badannya yang berkeringat.

Sebelum keluar dari stasiun, Dedi tertarik membasahi kerongkongannya dengan membeli air kelapa dingin. Harganya sekitar Rp 2.500. Namun begitu hendak membayar ia kaget karena uang receh sekitar 28.000 terdiri dari pecahan Rp 10.000, Rp 5.000, Rp 2.000 dan Rp 1.000 di saku celana sebelah kanan sudah lenyap.

Ia yakin uang itu disikat pencopet karena ia membiarkannya terbuka. Uang itu diperkirakan disikat pencopet saat terjadi dorongan hebat atas dirinya kala di atas KRL.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun