Rasanya tak habis pikir, seorang wakil rakyat harus marah-marah menghadapi petugas dishub yang notabene hanya prajurit di lapangan. Seharusnya tak perlu terjadi karena posisi mereka sejatinya tak berimbang.
Namun begitulah yang telah ditampilkan Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Fajar Sidik. Ia marah-marah karena mobilnya akan diderek petugas Dishub DKI Jakarta. Fajar Sidik berulang kali menyebut dirinya sebagai anggota Dewan dan mempertanyakan aturan soal penderekan tersebut.
Hampir dipastikan saat memutuskan akan menderek mobil yang parkir di Jalan Budi Rahayu, Sawah Besar, Jakarta Pusat, petugas dishub tak tahu kalau itu mobil milik wakil rakyat. Hal itu terlihat dari celetukan seorang petugas dalam video sekitar tujuh menit yang viral di media massa, "Mobil anggota dewan parkir tapi marah marah," ucapnya.
Memang masih bisa diperdebatkan, tak ada larangan parkir versus parkir di bahu jalan dalam kasus mobil Fajar Sidik yang selama ini lebih dikenal sebagai adik Uje (Almarhum Ustaz Jeffry Al Buchori). Namun sikap yang ditunjukkan Fajar Sidik dalam video tersebut memberi kesan tidak baik.
Sebenarnya tak perlu dengan marah-marah petugas Dishub pasti akanngeper jika mengetahui bahwa itu merupakan mobil anggota DPRD. Nama Fajar Sidik justru akan harum bahkan mengharumkan nama partainya justru jika ia mempersilahkan mobilnya diderek tanpa harus berlebihan menanggapinya.
Lagi pula kalaupun diderek, apa susahnya nelepon Kepala Dinas Perhubungan DKI bahwa tersebut adalah mobil miliknya. Jika minta dikembalikan, saya yakin Kepala Dishub DKI akan menyuruh anak buahnya untuk mengembalikan mobil tanpa cacat.
Kepala Dishub pasti akan takut jika suatu saat dicecar anggota DPRD DKI karena telah melakukan kesalahan fatal menderek mobil wakil rakyat tanpa menelitinya. Tapi semuanya sudah terlanjur. Fajar Sidik justru menunjukkan sikap kurang bijak dalam menghadapi petugas lapangan.
Cerita Fajar Sidik mengingatkan saya pada kisah seorang teman jurnalis di Surabaya saat sepeda motornya kena razia. Karena terburu-buru, STNKnya ketinggalan. Saat surat tilangsiap diberikan polisi, ia ngeyel melakukan kesalahan tak sengaja karena mengejar acara Gubernur Jatim di Grahadi, Jalan Pemuda, Surabaya.
Sikap jurnalis tersebut membuat polisi yang sibuk menulis surat tilang jadi kesal. "Anda baru jadi jurnalis saja sudah minta pengecualiaan, ini di depan saya ada guru, ada dosen semuanya nurut," kata polisi itu.
Sambil memandangi orang-orang sekitar, jurnalis tersebut mengaku malu. Namun ia tak kehabisan akal. Ia mencari komandan lapangan seraya menyebut profesi, menunjukkan kartu ID, dan surat undangan yang membuat dia lupa membawa STNK.
Eh, komandan lapangan tersebut malah lebih memahami dan mengambil SIM yang ditahan seraya mempersilahkan sang jurnalis melanjutkan perjalanan.