[caption id="attachment_158271" align="alignnone" width="645" caption="Putus Asa (google.com)"][/caption]
Suami adalah kepala rumah tangga. Pencari nafkah utama. Imam saat shalat berjamaah. Panutan anak-anak di rumah.
Semua lelaki memimpikan bisa menjadi sosok suami seperti itu.Demikian pula para perempuan, membayangkan punya suami seperti itu.
Pada kenyataannya adakah suami seperti itu? Mestinya ada. Dan itu bukan Darbo.
Merasa benar-benar mengenal Mentari, setelah tiga tahun berpacaran melalui proses putus-nyambung, Darbo memberanikan diri untuk melamarnya. Orangtua Tari yang semula tak setuju, akhirnya luluh juga.
Namun, mereka menyetujuinya dengan syarat bahwa Darbo tak boleh memboyong Mentari pergi dari rumah. Artinya, suka atau tidak suka, Darbo harus tinggal di rumah Mertua. Alasan bahwa dua kakak Mentari sudah diboyong masing-masing suaminya jauh dari rumah cukup masuk akal.
Si sulung, Karina dibawa suaminya ke Denpasar, Bali. Sedang Anja lebih jauh lagi, kini tinggal di Amerika Serikat bersama pria bule pilihannya. Bila Mentari pergi juga, betapa kesepiannya sang mertua. Darbo bisa memahaminya dan menyetujui persyaratan tersebut.
Maka hari pertunangan sekaligus resepsi pernikahan langsung ditentukan saat itu juga. Melalui persiapan yang melelahkan namun menyenangkan, selanjutnya proses perkawinan dilalui dengan lancar.
Diselenggarakan di sebuah gedung pertemuan besar, banyak handai taulan berdatangan. Ayah-ibu Darbo dan semua saudaranya dari kampung ikut hadir. Mereka tampak bangga menjadi bagian dari kesuksesan Darbo, beristrikan seorang wanita dari keluarga kaya raya.
Setahun kemudian kebahagiaan pasangan Darbo-Mentari terasa lengkap dengan kehadiran seorang bayi perempuan yang kemudian diberi nama Keisya.
Mertua Darbo tampaknya paling bahagia karena itu merupakan cucu pertama.Sedang bagi pihak orangtua Darbo itu merupakan cucu kelima sekaligus cucu perempuan pertama, karena empat cucu sebelumnya, semua berjenis kelamin pria.
***
Awalnya sungguh menyenangkan tinggal di rumah mertua. Selain tak perlu repot mengontrak rumah, Darbo dan Mentari juga tak perlu mencari babby sitter. Semua diurus mertua.
Yang membuat Darbo sempat kagok adalah perubahan gaya hidup. Ia kini tak lagi sebebas tatkala ia tinggal sendiri. Meski dibikinkan rumah persis menempel rumah mertua, namun Darbo harus tunduk pada aturan dan kebiasaan sang pemilik rumah.
Misal, ia tak bisa lagi bertelanjang dada seenaknya. Tak bisa tidur seharian. Harus rajin sembahyang. Selain itu, Darbo juga tak pernah lagi berani merokok di rumah. Apalagi semenjak kehadiran Keisya. Mertua Darbo dikenal antirokok.
Semua itu masih bisa dipahaminya. Selain karena itu daerah kekuasaan mertua, beberapa kebiasaan seperti diurai di atas dianggapnya bagus. Ia kadang bersyukur memiliki mertua yang tertib seperti itu.
Masalahnya, dan ini di luar perkiraan Darbo, sang mertua seperti memiliki hak utama terhadap sang cucu, Keisya. Hak Darbo sebagai ayah kandung seolah diabaikan. Parahnya, Keisya kerap berpihak pada orangtua dibanding suami.
“Mestinya kita sendiri yang mengasuh Keisya. Kalau mami dan papi yang menguasai, Keisya bisa jadi manja, susah mandiri.” Darbo langsung pada pokok persoalan karena tak tahan.
Mentari tampak tak suka dengan cara diskusi seperti itu. Mukanya langsung masam. “Bukan mas sendiri pernah bilang, anak kita jadi aman karena ada mami-papi.” Mentari mengingatkan Darbo untuk hati-hati mengeluarkan pernyataan.
“Ya, tadinya begitu. Terutama waktu Keisya masih bayi. Sekarang dia sudah besar. Harus diberi pengertian. Dan itu tugas orangtua, bukan eyangnya.” Darbo berusaha bertahan pada argumentasinya.
“Jadi, mas nggak percaya sama mami dan papi. Kalau aku sih percaya banget. Buktinya anak-anaknya juga sukses.”
“Ya, tapi..”
“Tapi apa? Kalau mas percaya itu bagus menurut mas, bilang sendiri saja sama mami-papi…” Mentari segera pergi meninggalkan suaminya setelah menyampaikan tantangan itu.
Bilang sama mertua? Huh, tampaknya mustahil. Bisa-bisa Darbo diusir dari rumah, pisah sama istri dan anak. Meski selama ini kehadirannya sudah tak dianggap di rumah itu, Darbo tetap pulang ke rumah karena merasa sebagai seorang suami dan ayah dari Keisya.
Tapi lama-lama posisi Darbo sebagai suami harus dipertanyakan lagi. Terutama jika berhadapan dengan mertua. Mentari tak pernah lagi berada di pihaknya.
Darbo pun jadi stres memikirkannya.
***
Mengapa Mentari menyukainya? Dari pengakuan sang istri selagi masih pacaran terungkap, karena Darbo pintar, baik, dan ganteng. “Wow, sebuah perpaduan yang mungkin dimimpikan banyak wanita,” pikir Darbo tersenyum sendiri.
Sedang Mentari punya daya tarik yang luar biasa bagi Darbo. Selain gadis itu cantik, bersih, dan wangi, Mentari juga supel, pandai bergaul. Banyak yang menaksirnya, dan Darbo merasa paling beruntung bisa mempersuntingnya.
Sayangnya, kombinasi pintar, baik, dan ganteng saja terbukti tak menjamin kesuksesan banyak hal. Terutama dalam pekerjaan, karier Darbo terbilang mandek. Penghasilan tentu saja bertambah.
Banyak yang bilang karier Darbo mandek karena ia kurang beruntung. Kala itu ia selalu memperoleh atasan yang tak menyukai kepintaran. Atasan Darbo lebih menyukai staf yang penurut bahkan bisa “menjilat” sementara Darbo tak punya kebiasaan berperilaku seperti itu.
Sebaliknya, karir Mentari melesat. Kecantikan dan keramahannya membuatnya disukai para bos di tempatnya bekerja. Makin tinggi jabatan, tentu saja menjadi kian sibuk. Ia sering lembur kerja dan tak pulang ke rumah. Penghasilan Mentari pun jauh melebihi gaji Darbo.
Perbedaan itu dirasakan Darbo mengubah cara pandang sang istri terhadap dirinya. Akibatnya Darbo mulai minder. Ia jadi tak betah di rumah.
Seolah hendak membalas dendam, Darbo pun mulai berani tak pulang ke rumah dengan alasan klise. Ya lemburlah, yang tugas luar kotalah. Kalau mau menelisik alasan itu gampang ketahuan bohongnya. Betapa tidak, jabatan Darbo itu-itu saja tak mungkin tiba-tiba begitu sangat sibuk hingga tak pulang ke rumah. Anehnya, istri dan mertua tak pernah memprotesnya.
Lalu kemana Darbo saat tak pulang ke rumah? Tadinya ia bingung sendiri. Ini karena sebenarnya Darbo adalah orang rumahan alias tak suka kelayapan. Namun karena terdesak kondisi, Darbo mulai berani menghabiskan waktu dengan mencicipi dunia malam.
Di sana ia berkenalan dengan Sely. Mulanya mereka hanya saling curhat, karena kerap bertemu menjadi kian akrab. Sely mengaku sudah bersuami namun punya masalah rumah tangga seperti Darbo.
Selanjutnya gampang ditebak. Mereka menjalin asmara, bercinta, menghambur-hamburkan uang, menikmati dunia malam.
***
Suatu hari Darbo terkejut menerima SMS bahwa Keisya diculik.Darbo segera meluncur pulang ke rumah dalam kondisi masih terpengaruh minuman keras.
Begitu sampai di rumah, ia langsung diborgol polisi yang sudah menunggunya.Darbo sempat berontak, namun tak ada yang menolongnya. Mertua dan istrinya memandang Darbo dengan jijik.
Belakangan baru ia mengetahuinya bahwa sang mertua sudah menebus Keisya dari penculiknya dengan sejumlah uang ratusan juta rupiah.
Sang penculik lalu menitipkan surat bahwa ia melakukan itu semua karena suruhan Darbo.
Siapa penculik itu? Dialah Sely, wanita yang belum lama dikencaninya.
Di penjara Darbo berteriak-teriak histeris mengutuk Sely. Bikin gaduh! Tak lama kemudian ia linglung dan tak sadarkan diri karena disuntik bius petugas penjara.
Darbo benar-benar menjadi pria apes, suami yang kalah!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H