Mohon tunggu...
Biso Rumongso
Biso Rumongso Mohon Tunggu... Jurnalis - Orang Biyasa

Yang terucap akan lenyap, yang tercatat akan diingat 📝📝📝

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Dongeng tentang Atun: Cerita Favorit (Papa Telanjang)

17 Mei 2011   03:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:33 1632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Seperti bocah lainnya, setiap hari libur, sebelum tidur, Atun selalu ingin mendengarkan cerita. Ya seperti dongeng sebelum tidurlah.

Dongeng lama tentang kancil dan buaya, malin kundang, atau sangkuriang sebenarnya disukai Atun. Bocah berusia 4,5 tahun itu juga menyukai cerita yang sering dilihatnya ditelevisi seperti Dora, Upin-upin, Spongbob, dan sebagainya. Lebih disukai lagi, misal cerita kancil dan buaya tapi disisipi tokoh masa kini seperti Upin-upin dkk .

Atun juga menyukai -- cerita karangan tentu saja—tentang kawan-kawan sepermainan atau kawan sekolah atau saudaranya. Karena lebih mudah, cerita karangan seperti ini pun menjadi kisah paling sering diceritakan oleh Papa dan Mama atun, juga kakaknya Ado.

Maka beginilah cerita karangan yang disampaikan Papa Atun.

Suatu hari di sebuah bus kota naik seorang ibu yang kerepotan mengajak anak seusia Atun.Papa Atun langsung berdiri seraya mempersilahkan tempat duduknya kepada Ibu muda tadi.

Eh, tak lama kemudian anak si ibu tadi muntah. Tak ada yang membantunya. Semua penumpang cenderung membuang muka. Sopir dan kondektur pun tak peduli, tetap ngebut mungkin mengejar setoran. Papa Atun lalu mengeluarkan saputangan dan memberikan kepada ibu itu untuk mengelap muntahan anaknya. “Pakai saja,” ucapnya.

Ternyata bocah itu muntah lagi hingga dua kali. Lagi-lagi tak ada yang memedulikannya, kecuali Papa Atun.Tanpa terasa Papa Atun setengah telanjang karena baju dan kaos dalam yang dikenakan sudah diberikan untuk menolong si ibu dan bocahnya tadi.

Atun tampak serius mendengarkannya, kadang tersenyum sendiri. Bahkan ketika sang Papa berhenti bercerita, karena sedang berpikir keras melanjutkan kisahnya, Atun tak sabar meminta papanya segera meneruskan cerita.

Maka terlintaslah sebuah acara reality show yang memberi hadiah tak terduga kepada orang yang ternyata mau membantu sesamanya. Seperti acara “Minta Tolong” di RCTI.

Maka begini lanjutan ceritanya.

Nah, ternyata Papa Atun harus turun duluan dari bus dibanding ibu yang ditolongnya. Ia pun turun diantar pandangan mata aneh--mungkin juga kasihan-- oleh semua penumpang bus. Betapa tidak, seorang penumpang bus turun dengan telanjang dada?

Saat itu, Papa Atun pun mengaku tak pernah membayangkan akan melakukan tindakan yang mungkin hanya terjadi sekali seumur hidupnya.

Namun diluar dugaan, begitu turun dari bus, Papa Atun didatangi seseorang wanita. Lelaki berusia 40 tahunan itu terkejut. Apalagi wanita yang menghampirinya memberikan segepok uang dan baju ganti.

Katanya,wanita dan anaknya yang muntah dalam bus itu hanya rekayasa. Itu merupakan sebuah bagian acara televisi. Dan Papa Atun merupakan orang terpilih untuk mendapatkan hadiah.

Puji syukur pun disampaikan Papa Atun. Ia lalu menelepon istri dan tentu saja Atun. Pada akhir pekan mereka menggunakan uang hadiah itu untuk makan-makan, membeli baju, dan mainan.

Setelah mendengar cerita itu, Atun tampak puas dan tertidur lelap. Tapi esok hari dan esoknya lagi, ia menagih cerita yang sama.

Sempat terpikir apakah Atun menyukai cerita tersebutkarena Papanya habis-habisan menolong bocah seusianya atau menyukai Papanya dapat uang banyak sehingga bisa jalan-jalan ke mal?...Ah tidaklah pentinglah.

Yang pasti, cerita papa telanjang dalam bus pun menjadi cerita favoritnya hingga kini.

[caption id="attachment_108560" align="alignnone" width="492" caption="Rara atau Atun (karya Atun)"][/caption]

[caption id="attachment_108556" align="alignnone" width="640" caption="Papa nolong bocah di bus (karya Ado/kakak atun)"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun