Sejak 2 tahun yang lalu saya tidak lagi memakai PRT dirumah. Mengapa? Ya, karena saat itu saya sudah jengkel sekali dan merasa dipermainkan oleh yang namanya PRT itu. Bagaimana tidak, lah wong pembantu saya yang 2 orang itu setahun terakhir bergantian pulang kampung tiap 2 bulan sekali. Belum lagi yang pergi keluar menginap di rumah temannya setiap minggu. Ditambah lagi setiap malam minggu berbondong-bondong teman lelaki mereka datang ke rumah. Ngakunya sih sodaralah, kakaklah, ponakanlah dan apa saja yang bikin saya menahan hati tidak bisa protes. Sudah begitu kerja semaunya saja. Rumah dibersihkan seadanya, cucian menumpuk dan kalau memasak dapurnya berantakan/kotor. Penderitaan saya bertambah lengkap dengan tidak adanya kabar berita secuilpun dari mereka sebulan setelah lebaran berakhir. Eeeh...dengar-dengar yang 1 orang ternyata mau menikah di kampung dan tidak membolehkan rekan juniornya balik kalau tidak bersama dia. Saking kesalnya akhirnya saya memutuskan tidak menerima mereka kembali daripada berharap sesuatu yang tidak pasti. Meski hati ini was-was juga apa saya bisa mengurus rumah dan keluarga dengan baik tanpa PRT. Meski 4 bulan pertama terasa berat akhirnya saya bersama suami dan 2 anak saya Ari (sma kls 3) dan Icha (smp kls 2) bisa bekerja sama/bergotong royong mengerjakan semua pekerjaan RT (anak 1 saya Andi sudah kuliah di Bandung). Akan tetapi untuk urusan masak-memasak sepertinya mereka menyerah dan menginginkan saya menjadi komandan meski mereka mau membantu dalam prosesnya contohnya mengiris bawang, membersihkan sayuran atau memotong bahan bahan masakan.  Mengenai makanan apa yang mau dimasak dan dimasak dengan cara bagaimana mereka menyerahkan sepenuhnya kepada saya, ibu dan istri tercinta mereka ini. Berawal dari kepuyengan setiap hari dalam memikirkan, mempersiapkan dan memasak makanan untuk keluarga tanpa PRT, akhirnya saya justru banyak menemukan IDE menu masakan yang berasal dari RESEP ANDUNG (nenek) dan ibu saya (almarhumah) serta ibu mertua saya yang tercinta. Sebagaimana diketahui masyarakat Indonesia umumnya, bahwa suku Minang atau yang biasa disebut orang Padang dikenal pintar masak. Hampir setiap pelosok Nusantara ada rumah makan/restoran yang menjual masakan Padang yang terkenal lezat itu. Maka tak heran jika kebanyakan orang Padang khususnya kaum wanita terlatih memasak karena telah diperkenalkan trampil memasak sedari kecil. Caranya dengan kewajiban membantu ibu memasak di dapur sewaktu pulang sekolah atau kesempatan lainnya. Saya keturunan Minang/Padang asli yang lahir di Surabaya. Walaupun ibu kandung jarang masak, tapi saya beruntung bisa belajar memasak (tanpa sengaja) dari kakak-kakak dan keponakan ibu saya. Mereka semua tinggal dirumah bergantian untuk membantu ibu saya mengerjakan pekerjaan rumah tangga meski ada PRT. Kenapa demikian karena ibu saya anaknya banyak (9 orang) dan selain itu ada keponakan laki/perempuan yang ikut tinggal di rumah. Mereka melanjutkan sekolah di Surabaya dengan bantuan keuangan dan tempat tinggal sepenuhnya oleh ibu/ayah saya. Sebagai timbal balik kakak-kakak ibu/keponakan yang perempuan bertugas ke pasar dan memasak bagi seluruh anggota keluarga yang tinggal dirumah. Saya karena merasa dekat dengan mereka, sedari kecil sering membantu semampu saya baik itu sekedar menemani ke pasar ataupun membantu persiapan memasak meskipun ada PRT 2 orang. Perasaan saya saat itu senang dan gembira saja, seperti main masak-masakan meski itu sungguhan. Dengan seringnya kegiatan waktu kecil seperti itu maka tidak heran saat SMP/SMA dimana saat pembantu pulang kampung, maka saya berrtugas menjadi koki/juru masak karena kasihan dengan ibu saya (kakak/keponakan ibu saat itu semuanya sudah bekerja dan pindah keluar kota). Ibu saya hanya memberi instruksi seperlunya dan uang, selanjutnya saya bertugas ke pasar dan memasak dengan pengetahuan yang saya dapat sebelumnya . Karena sudah terbiasa saya tidak merasa canggung atau bingung meski kadangkala tidak yakin apakah masakan saya itu enak/tidak. Pikir saya yang penting orang rumah bisa makan dan tidak muntah kan? hehehe... Setelah berumah tangga dan sibuk dengan kelahiran 3 orang anak, saya jarang turun langsung ke dapur. Terlebih lagi semua PRT telah dididik/diajar oleh Nduk, pembantu di rumah ibu saya (almarhum) yang pintar dan masing-masing bawa contekan buku resep masakan yang ditulis oleh Nduk tersebut. Jadi saya tidak perlu repot maka semuanya sudah beres. Selain menurus anak-anak, saya juga sangat sibuk dalam urusan bisnis baju muslim yang berkembang pesat. Tapi akhirnya tiba masa dimana saya harus balik lagi sebagai ibu RT sejati menjelang anak-anak besar. Sulitnya mencari PRT yang baik menyebabkan saya kembali ke fitrah sebagai ratu dapur yang juga tetap harus berkarya/bekerja meski paruh waktu. Syukur alhamdulillah saya menemukan banyak hikmah dibalik kesulitan tidak punya PRT akhirnya menemukan kemudahan/kesenangan mengolah masakan yang praktis, ekonomis dan bergizi bagi keluarga tercinta. Kesempitan waktu yang ada dan ketidaksukaan saya untuk hanya berdiam diri dirumah, menyebabkan saya harus putar otak sedemikian rupa supaya bisa menyelesaikan berbagai tugas rumah tangga sekaligus. Dan memasak adalah satu pekerjaan yang maha penting karena suami dan anak-anak tidak suka makan di luar/restoran. Dan pengalaman/pengetahuan ini saya bagikan semua kepada anda melalui tulisan/resep yang tidak hanya berkaitan dengan dunia masak-memasak akan tetapi juga tentang pengaturan rumah tangga dengan segala pernak-perniknya. Oleh karena sebagian besar resep dan petunjuk ini berasal dari nenek/ibu/ibu mertua saya (nenek anak-anak saya) dan saya (yang nantinya jadi nenek pula...hehe) yang mana nenek dalam bahasa Minang/Padang disebut ANDUNG, maka saya menamakan kumpulan tulisan/blog ini sebagai ANDUNG RECIPES...:) Harapan saya semoga bisa bermanfaat, Amin! Pulomas, 29 September 2010 www.andung-recipes.blogspot.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H