Untuk mengurangi jumlah sampah di lingkungan, Kementrian Lingkungan Hidup mengajak masyarakat mendirikan Bank Sampah. Kegiatan Bank sampah, tidak saja digiatkan di lingkungan rumah tinggal (RT), namun juga digalakkan di sekolah.
Kegiatan Bank Sampah mempunyai slogan "merubah sampah menjadi rupiah" cukup menarik dilakukan. Seperti juga di sekolah saya.
Sebetulnya, kegiatan Bank sampah di sekolah saya, sudah sempat berjalan, walau baru sebatas mengumpulkan benda-benda yang tidak terpakai, namun bernilai. Contohnya adalah: Botol bekas air mineral (botol aqua-walau mereknya belum tentu aqua), gelas plastik bekas minuman (kecil/besar), botol-botol plastik bekas shampo, sabun, pembersih lantai, dan sebagainya.
Setelah dikumpulkan dan dikelompokkan, maka dilakukan penimbangan. Setelah ditimbang, dihitung berapa banyak jumlah setiap item, dikalikan harga yang terbaru. Barulah diberikan uang sesuai jumlah barang.
Pengurus Bank sampah sekolah yang akan menyalurkan uang hasil penjualan sampah  kepada siswa yang sudah menyetorkan sampahnya. Semuanya dicatat dalam pembukuan sederhana.
Selama pandemi, kegiatan Bank sampah sempat terhenti, karena tidak ada murid yang datang ke sekolah. Oleh karena itu, tidak ada sampah yang bisa dikumpulkan.
Kini, kegiatan Bank Sampah kembali menggeliat. Siswa semangat membawa sampah dari rumah. Mereka sudah memahami jika kegiatan tersebut punya banyak manfaat, antara lain : ikut mengurangi sampah yang mengotori lingkungan dan mendapatkan uang yang bisa dipakai untuk menambah tabungan.
Motto "Sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit" sangat relevan dengan kegiatan ini. Untuk menguatkan siswa, saya selalu mengatakan jika kita adalah "Boboboy Penyelamat Bumi' seperti judul film kartun yang pernah tayang.
Demikian cerita kegiatan Bank Sampah di sekolah saya, yang sempat berhenti sesaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H