Mohon tunggu...
Wisreini Anwar
Wisreini Anwar Mohon Tunggu... karyawan swasta -

menulis oret-oret pribadi, suka makan tapi takut gemuk, introvert, melo-plegmatis, selalu megap-megap dalam keramaian.. :D

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Serat dari Surga

26 Juli 2011   09:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:22 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13129242421928627575

Saya lupa itu ramadhan ke berapa, tapi kejadiannya pada tahun sebelum tsunami itu. Jadi, setelah saya ingat-ingat sudah cukup lama juga Saya tidak makan serat. Tapi ini sudah hampir akhir bulan, jadi kalau beli bukaan paling tidak hanya nasi bungkus, atau beli lauknya saja, nanti nasinya masak sendiri di kost-an. Dengan berbekal uang paling sedikit diantara kami bertiga Saya pede melangkah ke Simpang Galon1 membeli sebungkus gado gado, demi hak badan yang sudah lama tidak tunai. Diantara sekian banyak jenis makanan yang bisa dibeli, kami pun jadi bingung. Bukannya bingung ”bli yang mana ya..?”, tapi bingung karena ”pengen beli semua, tapi duitnya cuma cukup tuk beli satu..”, hehehe.

Saya sudah memantapkan hati pada gado-gado. Mata dan bahasa tubuh sudah saya kunci mati pada rak gado-gado, dan tak bisa dipindah-pindah lagi. Salah satu teman nyeletuk ”wah, pengen juga ya gado gado..”. Tapi si teman itu tidak beli gado gado koq, karena dia juga telah mengunci mati mata dan tubuhnya pada Mie Caluk2 yang kebetulan bersebelahan dengan gado gado itu. Mulanya saya akan beli dua, tapi ketika merogoh, kekayaan saya hanya cukup untuk beli satu setengah bungkus. Padahal maksud saya, kalo bisa beli dua tentu bisa berbagi nanti dengan teman teman yang bukaannya juga beda beda, yang kantongnya pada kering tapi pengennya macem macem, hihihi.

Kami pun pulang membawa bungkus bungkus bukaan yang beda beda isinya. Sesampai di kost-an, langsung masuk kamar masing masing. Tapi Saya masih teringat dengan celetukan tadi, selebihnya karena Saya tahu bahwa sebagai anak perantauan yang pas-pasan kami semua kurang sekali seratnya. Saya ambil dua mangkuk kecil, mencoba memenuhinya dengan gado-gado yang saya beli tadi. Terlalu sedikit tidak akan ada gunanya (setiap hari kan mestinya kita makan minimal 30 gram serat, ya kan?), tapi kalo banyak, nanti Saya makan apa dong? Setelah jumput sana sini, hanya sisa beberapa potong tahu, dan lembar selada yang sudah suwir. Tapi Saya puas melihat kedua mangkuk yang menjadi cantik karena gemuk isinya. Hati menggerutu, ”kenapa tadi tidak beli pecal saja, kan sayur hijaunya lebih banyak..”. Ah, sudahlah. Waktu berbuka kurang dari setengah jam lagi, jadi kuantar segera kedua piring gado gado itu kepada ”pemilik”nya. Mereka senang dan Saya pun puas.

Kembali ke kamar, sejumput sisa gado gado bercampur bumbu kacang ku biar tetap dalam bungkusnya, terbuka, menunggu tuannya. Hati ini meringis, tapi tidak lama, pletak rice cooker yang menandakan nasi saya telah tanak mengagetkan seisi hati ini. Dan saya tahu saya tidak boleh menyesal. Tidak boleh. Selagi ruang dalam rice cooker masih hangat, saya masukkan cangkir berisi air putih, beberapa menit lagi Saya bisa menyeduh susu coklat sachetan kiriman dari kampung. Iya, sampe sekarang pun susu sachetan masih dikirim dari kampung, termasuk kadang telur ayam, dan juga telur mata sapi.. hee. Seolah-olah, barang barang semacam itu tidak dijual di Banda Aceh ini.. hehehe, begitulah.

”samlekom... samlekom..” dua kali salam itu disahut cepat cepat, tidak sabar menunggu jawab dari empunya rumah. ”aleikumsalam..” jawabku, suara salam bariton mendekati kamarku. Saya melongokkan kepala. Diluar, seorang lelaki berhelm menenteng kardus mi instant kelihatan agak terburu buru. Saya tau dia, dia juga tau tahu saya. Ini kurir yang biasa mengantar kiriman dari kampung.

”ada kirimian ya bang..?” tapi sebelum pertanyaan itu keluar dari mulutku seluruh raga ini sudah suka cita, betapa pelupanya Saya hingga tidak ingat sedikitpun bahwa hari ini Saya dapat kiriman dari kampung. Hoh, betul. Sekarang Saya ingat, ada satu sms tadi pagi dari emak, katanya: ”hari ini mak kirim makanan ya, tapi ga banyak, cuma bla.. bla..” begitulah kurang lebih. Apa pun isinya, kiriman dari kampung selalu membuat hati tak sabar tuk membukanya.

"tanda tangan di sini ya..”

“oh, iya iya” segera saya meneken nota kecil sebagai tanda Saya telah menerima kiriman itu dengan selamat. Dan tidak lupa saya ucapkan terima kasih pada lelaki kurir yang kelihatannya terburu buru karena waktu berbuka sudah dekat.

Huft! Di luar lengang. Anak-anak pada masuk kamar menuggu waktu berbuka. Jadi selamatlah wajah saya dari memerah karena di serbu godaan yang menggombali kardus kiriman ini, hehehe.

Saya segera memotong tali plastik warna hitam dengan serabutan dengan tujuan supaya dapat lekas bertemu muka dengan barang-barang kiriman ibu saya itu. Saya bahkan lupa bahwa dengan kebiasaan saya memotong temali barang kiriman dengan rapi supaya temali itu bisa digunakan kembali ketika diperlukan. Berdebar, saya benar-benar tidak sabar dibuatnya. Padahal ini bukanlah kali pertama saya mendapat kiriman semacam ini. Saya semakin berdebar, tidak tahu apakah karena lapar, atau karena penasaran dengan isi kardus ini.

Sejujurnya, Saya tidak ingat persis apa isi kardus itu. Kardus yang tidak dalam itu, yang hanya butuh kurang dari satu menit untuk membongkarnya. Yang Saya ingat, ada gula putih, susu sachetan, nasi putih, tempe goreng, telur ayam, telur mata sapi, saos botol, dan beberapa lauk yang membuatku serasa buka puasa di awal bulan.. dan ada satu bungkusan yang begitu istimewa hari itu. Dibungkus dalam plastik gula dilapis dua. Sangat sederhana.

Taukah Anda bungkusan apa itu?? Adalah sebungkus sayur bayam yang membuat saya tak bisa melupakan hari ramadhan itu. Sayur bayam yang full kesukaan saya. Bukan sayur bayam di warung-warung yang cuma selembar dua isinya. Sayur bayam yang banyaknya jika saya menakarnya cukup untuk makan bertiga, tapi kalau untuk Saya itu sekali makan sahaja, hehee. Saya menimbang, mengelus, berseru syukur tak habis-habis, sekalian juga tak habis pikir; koq bisa ya?? Begitu cepat balasan itu Rabbi. Tidak akan pernah saya lupakan. Sungguh tak kan bisa saya lupakan..

Hari itu, ada ”sesuatu” yang saya rindukan hari ini. Saya rindu dengan ketulusan semacam itu. Terima kasih emak. Terima kasih Ya Tuhanku

Waktu tinggal beberapa menit saja jelang berbuka. Saya angkat cangkir dari rice cooker, dan menyeduh susu coklat sachetan dari kiriman sebelumnya yang tinggal beberapa bungkus lagi. Terburu-buru karena suara mengaji sudah ‘sadaqallahuladhim’.. sementara isi kardus saya biarkan berserak membentuk hampir setengah lingkaran di depan saya.. sore itu, saya berbuka dengan penuh ketakjuban akan karunia Tuhan yang tiada habis, dan begitu luasnya. Terima kasih ya Allah atas kesempatan yang begitu indah itu.. [Telkomsel Ramadhanku]


1. 1 Simpang Galon, persimpangan empat di Darussalam menuju komplek kampus universitas syiah kuala dan IAIN Ar Raniry Banda Aceh. Di sepanjang sebelum persimpangan tersebut pada bulan Ramadhan penjual ta’jil tumpah memenuhi badan jalan dan membuat macet.

2. 2 Mie Caluk, mie kuning besar yang dimakan dengan bumbu kacang dan kerupuk, salah satu makanan khas di Aceh


Sumber gambar:

http://kedai-kuliner.blogspot.com/2010/07/gado-gado.html

http://doyanmasaknmakan.wordpress.com/2007/10/25/sayur-bayam-bening/

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun